Cartoonist of the month: The Tjong King

Sosok The Tjong King
Ngartun sampai ke negeri orang. Salah satu lagu favorit saya dari band NAIF adalah mesin waktu. Ibarat naik mesin tersebut mari kita berkelana untuk mengenali salah satu ilustrator Indonesia yang menjadi tenaga gambar lepas di negeri Belanda pada era tahun 80-an. Cartoonist of the month kali ini datang lebih awal dengan menampilkan salah satu anak bangsa berprestasi pada masa lalu yang bernama The Tjong King. The Tjong King adalah seorang pria kelahiran Purworejo pada tahun 1933. Dibesarkan dari keluarga pedagang yang tidak ada latar belakang seniman namun dapat menjadi ilustrator handal spesial buku anak-anak hingga beliau meraih prestasi. Pada tahun 1985 beliau meraih De Goudeen Penseel atau hadiah kuas emas sebagai penghargaan untuk ilustrator yang berbakat, unik dan berdedikasi tinggi.


Komitmen yang berapi-api pada seni ilustrasi mulai dilakukan oleh Tjong King semenjak dia kecil. Konon semenjak dia sudah bisa memegang pensil pertama kali, terus menggambar bahkan dapat menggambar seharian penuh. Teknik menggambar dan gaya visual diperoleh dengan cara mencari sendiri.
Eksekusi ala Tjong King
Perjalanan kreatif Tjong King dimulai dari keputusannya untuk menempuh pendidikan di Seni Rupa selepas lulus Lyceum di Bandung. Pencarian eksistensi karyanya sampai mengantarkannya untuk pergi ke Belanda pada tahun 1956 mengingat saat itu tidak ada penerbitan buku yang berbasis seni ilustrasi. Setelah pindah di Amsterdam dia bekerja sebagai ilustrator (gambar strip) di Marten Toonder. Guna memperdalam ilmunya ia ikut kursus malam menggambar di kurnstnijverheid school. Mengingat dedikasi yang gemilang akhirnya dia dipercaya untuk bekerja sebagai tenaga lepas di perusahaan tersebut. Untuk menambah duit jajan, Tjong King menjadi ilustratir kontributor di majalah Libelle dan Margriet. Sampai pada tahun 1971 mulai menekuni dunia ilustrasi buku anak-anak dan membuatnya sampai menjadi ilustrator buku anak berprestasi di kanca Internasional pada era tahun 80-an.

Media yang digunakan dalam proses kreatif Tjong King adalah kuas dan tinta cina, sebagaimana media favorit ilustrator gambar strip. Penggunaan warna sering kali meminta nasehat dari istrinya dan kadang-kadang menggunakan teknik aquarel.
Ketertarikan dan kesukaan pada dunia dongeng mendasari tema-tema yang dipilih Tjong King dalam proses kreatifnya. Sejak kecil dia sudah bercita-cita menjadi ilustrator buku dongeng khusus anak-anak.

Kreatifitas yang dilakukan oleh Tjong King juga diimbangi oleh kerja keras dan keingingin untuk selalu belajar hingga mengantarkannya menjadi ilustrator di enam penerbit sekaligus. Sebagai seorang pendatang di negeri orang, Tjong King menerapkan strategi  adaptasi dengan mengandalkan sisi ke-Asia-an yang dimilikinya, orang Asia di negara orang bule dianggap eksotis, berangkat dari sisi itulah ditambah dengan ketabahan maka ia dapat bertahan dan berkembang diperantauan.

Kebanyakan seniman bekerja berdasarkan mood demikian Tjong King, yang akan menggambar jika dia mau. Itulah sebabnya dia lebih memilih jalur menjadi ilustrator freelance, dengan catatan bisa mematuhi deadline dari penerbit. Namun Tjong King sendiri menganggap bahwa proses kreatif yang dia jalani adalah bagian dari hobinya dalam menggambar yang dianggap sebagai profesi. Untuk membangun mood dan mencari ide cemerlang kerap kali ia lakukan dengan lebih banyak menunggu dan berusaha aktif untuk mencarinya juga.
Dari hobi menjadi profesi. Ketekunan dan kerja keras ibarat baking soda yang mengembangkan adonan roti. 
Salam Ngartun




Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "Cartoonist of the month: The Tjong King"

Post a Comment