Pergulatan Identitas: Dayak dan Indonesia, Belajar dari Tjilik Riwut Karya P.M. Laksono dkk

Laksono, P.M. et al. 2006. Pergulatan Identitas: Dayak dan Indonesia, Belajar dari Tjilik Riwut. Jogjakarta: Galang Press


Buku Pergulatan Identitas: Dayak dan Indonesia, Belajar dari Tjilik Riwut Karya P.M. Laksono dkk, apakah dapat dikatakan sebagai buku biografi yang etnografis atau buku etnografi yang berbasis biografi dengan menggunakan actor oriented yang berbasis pasca strukturalis? Bagaimana membedakannya?

Tjilik Riwut yang saya ketahui biasanya berasal dari materi Sejarah mengajar di Bimbel sebagai salah satu tokoh yang gigih mempertahankan kemerdekaan dari kedatangan kembali Belanda yang membonceng sekutu. Setelah membaca buku Pergulatan Identitas: Dayak dan Indonesia, Belajar dari Tjilik Riwut Karya P.M. Laksono dkk saya lebih dekat dan semakin dalam mengenal siapa itu Tjilik Riwut. Buku ini menyajikan sebuah karya biografi yang berbasis pasca struktural (hal. xix) karena bersifat sangat reflektif yang tidak bersifat sekadar menggurui pembaca namun mengajak pembacanya merenung bahkan sesekali tersenyum yang ditujukan untuk membentuk subyektifitas kolektif (hal.xxi).
Secara keseluruhan buku ini menghadirkan perjalanan hidup Tjilik Riwut dari masa muda sampai tutup usia, sebagai seorang pejuang yang tangguh baik secara diplomasi (tulisan) maupun konfrontasi militer (sebagai pasukan penerjun dari MN 1001) dalam menghadapi agresi militer Belanda (hal.26). Konsep tentang ruang dan waktu yang dilakukan oleh Tjilik Riwut dimulai dari masa kecil yang suka bermain ke bukit batu dan selalu berangan-angan untuk bisa kelililing ke berbagai tempat sampai menjadikannya mengalami proses ‘ulang-alik’ dan perputaran tempat yang nantinya kembali ke Kalimantan. Dari Bukit Batu, Kasongan, Purwakarta (murid Sekolah Perawat), Jogjakarta, Jakarta, Sampit sampai Palangkaraya (Sebagai Gubernur sampai pensiunan) merupakan suatu kesinambungan ruang dalam sepak terjangnya untuk berjuang menuju mempertahankan kemerdekaan di Kalimantan dan Indonesia pada umumnya (hal 43,44,218). Buku ini menyajikan beberapa klaim yang penting tentang riwayat Tjilik Riwut sebagai Bapak Pembangunan Palangkaraya yang berusaha menggobalkan yang lokal dan melokalkan yang global. Tjilik Riwut adalah sosok yang tidak pernah berhenti belajar, menghargai perbedaan (pluralis) dan mudah bergaul dengan semua orang. Beliau mempunyai pandangan jauh ke depan pada pembangunan tanah kelahirannya dan upaya memajukan kebudayaannya serta berupaya menjaga kelestarian kebudayaan Dayak. Pergulatan identitas yang terjadi pada soal perjodohan dan makanan yang jika kita refleksikan oleh Tjilik Riwut segala perbedaan harus didampingkan dalam suasana yang ‘cair’ dan harmonis. Bahkan cenderung bersifat netral antara lain diaktualisasikan dengan pemilihan jas pada acara yang melibatkan adat yang berbeda (hal 202,203,227). Upaya pencatatan terhadap berbagai variasi kebudayaan telah dilakukan oleh beliau sejak menjadi penulis dokumentasi etnografi Dayak yang produktif  tentang adat dan tema budayanya. Angka 17 memiliki makna mendalam bagi Tjilik Riwut selain menjadi angka favorit, kerap berbagai peristiwa berhubungan dengan angka 17, dan 17 menjadikan semangat tersendiri bagi Tjilik Riwut, entah suatu kebetulan atau memang telah direncanakan (hal 240-242). Data dalam buku biografi ini berasal dari wawancara kepada orang-orang yang mengenal Tjilik Riwut baik kolega maupun keluarga (halaman 1,2,9,10,21,27,29,30,31,32,35,53,57,69,73,81,136,137,138,139,140,141,144,151,155,156,158,160,161,162,163,164),  Observasi dan pendokumentasian (terdapat dalam daftar gambar), karya dalam bentuk buku (hal 2,3,9, 24,37, 39,52,56,60,78,118,119), pidato (hal 40-42, 51, 56, 61,82), artikel (hal 94-97,98,99,106,120-121,122, 123,126)sajak (hal 74,124,125,130,131,132,149,150, 165) fable (hal 115-116) sampai pada surat-surat yang bersifat formal maupun non formal (hal 25, 29, 38,153,154).(Roikan)

Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "Pergulatan Identitas: Dayak dan Indonesia, Belajar dari Tjilik Riwut Karya P.M. Laksono dkk "

Post a Comment