Oplosan dalam Bus: Etnografi Transportasi (1)

Kumis Kucing Room-Malang. 

Prolog
Transportasi adalah bagian dari kebudayaan, bahkan dapat dimasukan sebagai salah satu tambahan dari unsur-unsur budaya. Tanpa transportasi tidak akan ada perpindahan manusia beserta  barang bawaannya termasuk budaya. Sebuah tulisan bersambung yang membahas transportasi massal berdasarkan pengamatan dan wawancara sambil melakukan aktivitas nglaju mingguan AKAP (Antar Kota Antar Provinsi). Jogjakarta-Malang via Surabaya pp setiap minggu dapat menjadi sebuah alternatif dalam melakukan kajian etnografi. 

1
Febuari 2013 ketika dalam perjalanan menuju Surabaya dengan armada PO Sumber Group, W 7006 UZ terlihat tiga pengamen dalam masuk ke dalam bus. Setelah bercanda sejenak dengan awak bus, mereka menuju bagian tengah bus. Suara gitar kecreng (gitar kecil) berpadu dengan kemricik suara dari pipihan tutup botol sebagai backsound dari suara lantang nyanyian seorang perempuan yang mendayu. Irama yang menghentak dari kendang modifikasi ala pipa paralon. Oplosan menjadi lagu pembuka setelah diawali dengan pembukaan dengan bahasa Jawa Timur bagian Ngawi yang kental. Pengamen ini terdiri dari tiga orang, dua laki-laki dan satu perempuan. Perempuan selaku vokal dan bagian icik-icik, sementara yang laki-laki bagian gitar dan kendang. Sebuah harmoni yang selalu ada jika kita melintas Ngawi selepas Mantingan sampai Ngawi kota pada siang hari. 



Salah satu artikel dalam Majalah GONG yang pernah saya baca, mengupas tentang musik dangdut koplo. Dangdut koplo berawal dari eksperimen musikal para pemusik daerah Banyumasan (Bagelen) yang mencoba memadukan kendang tradisional dengan kendang ketimpung dangdut. Terjadilah proses yang bermuara pada apa yang dinamakan sebagai jenis aliran dangdut koplo. Irama yang mengandalkan hentakan. Berdasarkan pengamatan saya sendiri musik ini berkembang di Jawa Timur semenjak era 2000-an, saat sebuah grup dangdut yang bernama AVITA meramaikan acara musik di TVRI Programa 2 Jawa Timur. Sejak saat itu, musik dangdut koplo mulai digemari dan bermunculan grup-grup serupa seperti PALAPA, SERA, SONATA sampai SAGITA. Muncul pula tokoh-tokoh terkenal dalam jagad dangdut koplo Jawa Timur seperti Cak Sodik, Brodin,  Lilin Herlina, Vivi Rosalita sampai pada era Wiwik Sagita.
Lagu dalam video di atas adalah lagu yang bersifat persuasif karena mengingatkan akan bahaya minuman keras terutama minum oplosan
“…oplosan.oplosan.oplosan.
sawangen kae kanca kancamu akeh do poda gelempangan
ugo akeh sing kelesetan di tumpaake ambulan.
yo wes cukup anggonmu mendem
yo wes cukup anggonmu gendeng.
do mari mario yo leren lerenno
ojo di terus terusno.
Tutupen botolmu, tutupen oplosanmu…”
Wiwik Sagita-Oplosan

Oplosan adalah minuman keras yang berasal dari perpaduan dari alkohol sebagai bahan utama dengan cairan lain dari minuman suplemen sampai bahan bakar. Motifnya adalah sensasi baru dan menyiasati mahalnya harga minuman alkohol konvensional. Oplosan populer bagi penganut alkoholisme kelas pinggiran yang jauh dari riuh minuman botol impor kaum dugeman. Dapat saya katakan, oplosan merupakan pilihan alternatif bahkan pilihan akhir ketika pilihan lain tidak tersedia, suatu bentuk subsistensi pada hasrat atas hasrat. 
Mengutip artikel yang direview oleh mahasiswa bernama Dwi 'Tom' Febrianto (Antrop UB 2011) yang membahas tentang seluk beluk alkoholisme. Penggunaan alkohol lebih tinggi daripada obat-obatan yang lain. Penggunaan ethanol tersebut yang terkandung dalam alkohol lebih banyak daripada obat lain. Hal ini mungkin karena efek alcohol yang bisa membuat mabuk. Alkohol merupakan hasil fermentasi dan juga penyulingan. Pada perkembangannya bahwa alkohol masuk dan menjadi bagian dari pola kepercayan dan kebiasaan. Masyarakat menaruh pandangan bahwa alkohol merupakan simbol efek negatif dan positif- racun, penyebab depresi. Ada beberapa penelitian juga yang menguji tentang kandungan dalam alkohol pada hewan ataupun manusia.Menurut Tom Meski studi tentang alkohol masih terbilang baru tetapi peran dan fungsi dari studi alkohol dalam perspektif antropologi  dibutuhkan. Jika masih banyak masyarakat menganggap bahwa alkohol itu bisa merusak dan mendapat cap jelek atau stigma mengapa masih saja diperjual belikan dipasaran. Antropologi bisa melihat dari berbagai sisi. Antropologi alkoholisme juga bisa melihat bagaimana masyarakat melihat alkohol dan pandangan mereka terhadap alkohol. Tahun 1960-an perspektif antroplogi tentang studi alkohol memang kurang kuat, meskipun penjelasan secara etnografi sudah menjadi bentuk yang familiar di beberapa populasi. Studi tentang alkohol ini juga dikarenakan karena faktor frustasi ekonomi dan seksual serta digabungkan dengan tradisi ruang bar yang biasa digunakan para laki-laki di Eropa. 


Kembali pada pembahasan tentang pengamen. Pengamen adalah bagian dari perjalanan transportasi terutama kelas ekonomi. Sebuah pekerjaan yang kerap dianggap sebagai pilihan terakhir ketika bekerja pada sektor yang lain tidak ada jalan. Mengamen merupakan aktivitas yang memberikan suara walau kerap sumbang untuk mengharap kembalian berupa uang receh atau sebatang rokok. Kata yang biasa dilontarkan para pengamen selepas konser adalah "Kami mengharap bunga-bunga sosial, ikhlas dari anda, halal bagi kami". Bunga-bunga sosial adalah sebuah analogi yang menarik untuk dikaji baik secara semiotis maupun lingustik. Bunga dianggap sebagai sesuatu yang mulia, sebuah tanaman yang kerap dipakai dalam perilaku religius dan perilaku romantis. Bunga memberikan jawaban atas asumsi bahwa manusia adalah makhluk yang suka keindahan sekaligus makhluk yang simbolis. Bunga sosial berarti pengharapan yang tinggi pada pemberian dari para penumpang, suatu bahasa simbol pada pentingnya penghargaan pada usaha dan kerja keras. Pengamen menjadi bagian tak terpisahkan dari transportasi massal maupun kehidupan urban. Pekerjaan alternatif yang masih memandang usaha lebih berharga dari pada meminta-minta. .....
Referensi: Heath, B, Dwight. 1987. “Anthropology and Alcohol Studies: Current Issues”. Department Of Anthropology, and Center for Latin America Studies.  (Bersambung-Roikan) 

Subscribe to receive free email updates:

2 Responses to "Oplosan dalam Bus: Etnografi Transportasi (1) "