Wiro Sableng, Syahrini dan Raja Batman

Tanggal 30 Agustus 2018 menjadi saat yang ditunggu-tunggu oleh penggemar film di tanah air. Secara perdana dan serentak Film Wiro Sableng tayang di bioskop seluruh Indonesia. Memanfaatkan fasilitas aplikasi pemesanan tiket dan mendapat bonus beli satu tiket gratis satu tiket. Saya berkesempatan menonton Wiro pada pertunjukan paling malam karena pagi sampai malam harus bekerja keras bagai kuda. Namanya tiket gratisan maka tempat duduknya sudah ditentukan menjadi terdepan yang kedua, olah raga olah kejenjangan leher. Tiba di XXI Trans Studio Rungkut pada pukul 20:30 WIB untuk menunggu show perdana Film yang digadang-gadang menjadi film Nasional paling fenomenal tahun ini. 
Wiro Sableng kali ini bukan peserta gerak jalan mojosuro (Wiro Sableng Mojosuro), namun Wiro Sableng di sinema yang diperankan oleh Vino G. Bastian. Anak penulis cerita Wiro Sableng sendiri (Bastian Tito), sehingga masalah penjiwaan dan pendalaman karakter Vino dengan Wiro tidak bisa terbantahkan. Semacam Malinowski jika jadi artis memerankan Tiwul yang menjadi tokoh kartun ciptaaan papunya. 
Pendekar Spidol Tiga Warna
Malam itu animo penonton sangat besar. Pada tayangan hari perdana Wiro Sableng langsung putar di dua studio sekaligus, yaitu studio 1 dan studio 3 dengan posisi kursi terisi penuh. Film ini mengawali debut Wiro Sableng tidak lagi dalam bentuk sinetron, namun layar lebar dengan besutan studio terkemuka Amerika. 
Berkisah tentang  pencarian jati diri dan awal pembentukan kesaktian Wiro Sableng. Disinopsiskan bahwa Nusantara, abad ke-16, Wiro Sableng (Vino G Bastian), seorang pemuda, murid dari pendekar misterius bernama Sinto Gendeng (Ruth Marini), mendapat titah dari gurunya untuk meringkus Mahesa Birawa (Yayan Ruhian), mantan murid Sinto Gendeng yang berkhianat. Dalam perjalanannya mencari Mahesa Birawa, Wiro terlibat dalam suatu petualangan seru bersama dua sahabat barunya Anggini (Sherina Munaf) dan Bujang Gila Tapak Sakti (Fariz Alfarazi). Pada akhirnya Wiro bukan hanya menguak rencana keji Mahesa Birawa, tetapi juga menemukan esensi sejati seorang pendekar.

Film ini dibuka dengan adegan seperti dalam opening game RPG ala Warcraft, segerombolan orang jahat berkuda yang menapaki sebuah bukit dengan latar belakang senja kala. Mereka melakukan invasi menuju kampung asal Wira yang bernama Jatiwaluh. Film ini juga merepresentasikan sebuah obsesi seorang guru Sinto Gendeng yang ingin mengobati kekecewaan hatinya pada keadaan yang penuh dengan penindasan dan penghianatan (Invasi Mahesa Birawa). Ada dua tipe penghianatan yang terdapat dalam film ini, Guru dengan murid yang tidak bisa menjadi tumpuan keilmuan di masa depan. Serta penghianatan keluarga raja yang ingin merebut tahta dari saudaranya. 

Terdapat beberapa hal menarik di sepanjang film yang diproduksi oleh Sheila Timothy. Prolog dalam bentuk renungan singkat yang disampaikan oleh seorang pengembara buta tua yang muncul lagi saat film akan berakhir. Kata-katanya mengandung retorika yang dalam. 
Sebagai penganut madzab pecinta pipi cempluk saat Sherina yang memerankan pendekar selendang ungu, Anggini muncul bersama pendekar pembawa Tuak, saya langsung jingkrak-jingkrak kegirangan. Penonton tertawa lepas saat perkenalan Wiro dengan Anggini dan Wiro menyebut nama Anggini menjadi Syahrini. Pendekar cetar membahana dengan tendangan maju mundur cantik. 
Saat adegan di keraton dengan interior bergaya ala (semacam) Kerajaan Sunda lengkap dengan patung manusia burung dengan ukiran khas bali dekat singgasana.  Kemunculan Raja Kamandaka yang diperankan oleh Dwi Sasono, membuat saya terperanga. Bukan melihat busana yang dikenakan tapi suara berwibawa sang Raja yang sekilas mirip suara penyamaran Bruce Wayne saat sudah berkostum menjadi Batman. Suara serak-serak berat yang tidak berubah sepanjang sang raja berdialog.

Siapa Nama Pendekar Sableng-mu? 
Film ini sangat direkomandasikan menjadi pilihan pelepas penat, karena didukung oleh aktor kawakan nasional seperti Lukman Sardi dan Rifnu Wikana yang sepak terjangnya sudah tidak diragukan lagi, Tanpa mengurangi rasa apresiasi yang tinggi dengan para aktor dan aktris yang secara total memainkan peran berbagai warna dan karakter. Soal adegan laga keberadaan Yayan Ruhian dengan segala gerak gerik dan talenta jotosannya menjadi hal utama dan menambah keseruan film. 
Kesimpulannya film ini sangat keren layak ditonton sebagai hiburan sekaligus pelepas kerinduan utamanya para pembaca cerita dan penikmat Wiro Sableng dari generasi 90-an. Tidak hanya itu untuk generasi milenial, film ini dapat memberi pelajaran tentang arti makna hidup dan persahabatan,. Walau tanpa harus membaca cerita, bisa dengan renyah mencerna cerita. Biar generasi milenial tahu bahwa Indonesia juga punya super hero nasional yang layak diangkat ke layar lebar bahkan dijadikan tokoh action figure yang layak dikoleksi. Akhirnya jika disuruh untuk memberi nilai secara keseluruhan Film yang disutradarai oleh Angga Dwimas Sasongko ini layak mendapat 9/10. Jadilah satu dengan alam untuk mendekatkan diri dengan Tuhan. 

Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "Wiro Sableng, Syahrini dan Raja Batman"

Post a Comment