Ekspedisi Gembel-gembel Polo: Gunung Welirang 10 Maret 2001 (My First Experience)

Anak kelas II.8 SMA N 2 Lamongan (SMADA) mau naik gunung, ah mustahil (maklum II.8 laki-lakinya banyak yang makan 'kecete'). Tapi sudahlah, hal ini benar-benar terjadi, sudah menjadi planning David dan kawan-kawan termasuk saya. Saturday kliwon, tanggal 10 Maret 2001 hari keberangkatan saya ke welirang giri dengan persiapan seadanya, misalnya: senter bin sentolop, jaket welek, kaos kaki bola, alat mandi dan makan, sarimi 6 buah, kerpus, sarung tangan dan lain-lain. Setelah mentas duet sama Dita dalam Romeo Juliet versi teater Citra, saya langsung dijemput sama si Slam terus saya berangkat deh kerumah David yang sudah dihuni sama Wedhus, Noman, Keplek, Juwon,Victor, Pak Yai, Imam (sial banget nih anak kena tilang dekat rumahnya sendiri uang 50 ribu terbang). Dalam penantian Imam dan David saya ke wartel depan pemda buat nelpon Dian. Waduh dia sebel banget sama gue karena gue Cuma pemitan di telepon dan dia takut kalau ada apa-apa di sana (nih anak perhatian banget). Thank Sakura. Pukul 11:30 WIB saya sama 12 anak walking-walking dari rumah David ke LR, di jalan ketemu Intul dan ibunya, Bu Dewi. Astaga naga ternyata rombongan PALA ada di sana juga (Indah Setyorini, anak teater Citra ikut rombongan ini) dan mereka naik bus lebih dahulu. Tiba giliran kami walaupun berdiri asal sampai. Kami patungan Rp 2000; menuju Terminal Tambak Osowilangun. Suasana Wilangun cukup ramai siang itu, tepatnya pukul 12:51WIB. Kami patungan lagi Rp200; buat bayar Peron buat nyuapin celengan petugas peron. Nunggu lagi nunggu lagi bak 12 gelandangan, itulah kami saat nunggu bus jurusan Surabaya – Malang. Baru sekitar 45 menit menunggu, bus datang para penumpang berebut masuk bagaikan iwak keteng nduk jamban royoan. Sialan saya berdiri lagi.

Welcome to Terminal Pandaan 
Hawa dingin menyambut kami siang agak sore itu. Kami patungan lagi Rp2000; buat ke welirang sebelumnya juga patungan Rp 2000; dari Osowilangun menuju Pandaan. Kira-kira pukul 13:30 WIB kami sampai di Sitompul beli makan pecel dadar, teh anget, kersek gedhe, rokok Bentoel. Setelah menunggu Keplek mengurus perijinan kami patungan Rp 2000; lagi (pancen 2000 kode sing sip). Ladies and Gentlement!!! Perjalanan ke puncak dimulai. Baru jalan 10 menit kaki rasanya capek tapi no problem demi puncak. Medan yang dilalui pun lumayan karena kita ngompas, dengan disaksikan monyet-monyet di atas pohon. Beberapa lama kemudian kami sampai di basecamp I Pet Bocor di sana kami ngisi bahan bakar air dari pegunungan buat minum kalau jalan. Warning! Airnya dingin banget jadi siapin lemakmu oke! Perjalanan kembali dilanjutkan dengan tujuan Basecamp II Kokopan. Medan yang kami lalui memang berat, perut penat sudah muali menyengat tapi sekali lagi demi puncak. Dalam perjalanan David, Imam, Kojack dan Able sering ngompas, maklum sudah pengalaman atau mereka sedang cari nomer?. Langkah demi langkah kulalui, hawa dingin petang Gunung Welirang mulai menyapa, kerpus dan sarung tangan mulai kugunakan. Ternyata di dalam perjalanan banyak pendaki dari daerah lain, ada yang sama sama naik dan ada yang sama-sama turun, ada yang Cuma dua orang ada yang lebih dan ada ceweknya juga. Pengamalan yang paling buat BT adalah dalam perjalanan bertemu dengan rombongan yang ada ceweknya 3 orang, salah satunya idola Victor, tapi waktu kita meludah cewek itu bilang “Gak arep idu!!”..Hebat-hebat.  Medan demi medan berhasil kita lalui hingga menjelang Maghrib kita sudah mendekati Kokopan terbukti dengan adanya suara air. Dalam perjalanan inilah kita bertemu cewek cakep tapi mungkin masih SMP, ia dan rombongannya membuntuti jalan rombongan kami (Dasar tukang Jiplak hehe).

Welcome to BaseCamp II Kokopan

Meskipun hari mulai gelap, namun semangat ke puncak makin meningkat. Tapi istirahat dulu deh. Kami masih bingung menentukan tempat untuk buat tenda karena padat dengan rombongan pendaki lain+penambang welirang. Beberapa lama kemudian rombongan PALA+Indah datang dan mendirikan tenda di bawah tendaku agak jauh. Malam di Kokopan laksana di Kutub, hawa dingin membuat saya hamper beku soalnya saya tidur di tenda barang yang kebanjiran, tapi untung ada api unggun tetangga (Melihat gunung penanggungan di sini tampak eksotis).
Suatu pagi di Kokopan (2001)

Pagi 11 Maret 2001, Sunrise tidak nampak karena agak mendung alias penuh kabut. Setelah ringkes-ringkes kami bergegas untuk ke basecamp selanjutnya yakni Pondokan terus menuju ke puncak, tak lupa kita foto-foto dulu. Astaga ternyata cewek yang bilang “gak arep idu” kemarin ngecamp di atas camp saya, pantas semalam ramai banget. Perjalanan dimulai lagi dengan disaksikan Gunung Penanggungan rombongan kami tertatih-tatih naik ke atas yang medannya sulit banget. Udah gitu yang lebih ngenes saya disuruh bawa tas carier (tas buat ndaki yang gedhe banget…nasib potongan porter). Detik demi detik kami lewati tapi pondokan belum juga nampak, dalam penderitaan ini kusempatkan untuk nyanyi lagu yang lagi hit pada masa itu yakni “Terbang” punya The Fly.

Welcome to Basecamp III 
Pondokan Lega rasanya sampai di pondokan, kabut tebal menyambut kedatangan kami, kira-kira saat itu pukul 10:00 WIB. Setelah mendapat tempat di salah saru gubuk penambang belerang yang kebetulan lagi kosong, kami manfaatkan waktu buat istirahat sejenak, sambil menunggu rombongan Indah dkk. Pukul 11:30WIB rombongan Indah datang dan kami siap-siap kepuncak, masalah barang sudah ada salah satu rombongan Indah yang jaga. Astaga !! kabut tebal datang lagi terpaksa kembali ke camp, setelah molor setengah jam kami mulai jalan lagi dengan bekal makanan dan barang penting (jaket, pakaian lengan panjang, kaos kaki rangkap, sepatu dan sarung tangan). Saya nekad ke puncak. Dalam perjalanan hujan deras turun. Wow seram, tapi yang penting puncak.. Hujan pun bertambah deras dan anak-anak bersembunyi di gua kecil sebelum kita berfoto ria. Derita membawa kebahagiaan saat puncak sudah ada di depan mata, saya jalan super cepat mendahului yang lain. Maut nyaris menjemput saat jalan kepuncak hujan-hujan, tak sengaja batu yang kuinjak licin hingga nyaris saya jatuh kejurang yang ada di sebelah kiri…slamet-slamet!

Welcome to Puncak Welirang 
Sesampainya di puncak dengan kedatangan lebih dahulu daripada teman-teman, saya sampai kaget banget baru melihat puncak gunung untuk yang pertama kali. Ternyata puncak gunung jika dilihat dari dekat, menyerupai jalan kapur (pedelan) depan dusunku. Hujan bertambah deras dan petir bersahutan di puncak. Serem juga. Pengalaman paling mengesankan adalah waktu petir menyambar, beberapa saat kemudian rambut anak-anak yang tanpa penutup ikut njeprak seperti Dragon Ball. Karena di puncak yang paling rendah kami ingin ke puncak welirang tertinggi meskipun hujan dan angin. Maju terus merdeka. Dari dua belas anak yang berani ke puncak paling tinggi cuma beberapa yakni lima orang (David, Able, Kojack, Pak Yai dan aku). Sementara sisanya menunggu di tempat kami ngumpul di puncak. Dasar lanang icik!!:-) Pemandangan di puncak serem-serem asyik, seremnya dari jurang di kanan kiri yang dalem banget, di sebelah kiri terlihat dengan gagah berdiri gunung kembar I dan Kembar II, Gunung Bakal (3000 mdpl), Arjuno (3339 mdpl), Welirang (3156 mdpl) dan Gunung Ringgit (2300 mdpl). Dari sekian gunung yang paling cakep yaitu gunung Arjuno, eksotis banget Jack. Puncaknya unik tapi sayang tertutup untuk sementara bagi para pendaki karena ada badai. Suatu hari pasti pasti bisa ke sana…tunggu ya!!. Meskipun hujan terus turun dengan deras, namun suasana di puncak agak hangat terutama di kanan kiri kawah. Evergreen (opo maneh iki) memang harus diterapkan sejak dini kalau tidak mana mungkin alam bisa lestari. Buktinya banyak sampah plastik yang berserakan di mana-mana. Tahu sendiri kan, plastic sulit untuk terurai, apalagi jenis Styrofoam bisa sampai 100 tahun, iya kalau sedikit kalau banyak bagaimana dengan anak cucu kita nanti. Yang lebih tragis lagi, banyak coretan di sana sini dengan cat di batu yang sukar hilang meskipun untuk monument ya kalo bisa buat dari batu yang di susun (mozaik) membentuk huruf sesuai selera seperti di jurang kanan kiri yang di buat oleh pendaki nekat yang masih sayang lingkungan.

Welcome to Puncak Welirang tertinggi 
Sementara para lanang licik (7 orang) menunggu sambil kedinginan di jauh sana, kita berlima asyik potret-potretan satu satu sambil bawa bendera Camp (Comunitas Anak Mencapai Puncak). Waktu di foto saya tak lupa pakai scraf Teater Citra di kepala yang melekat sama Topi yang aku beli waktu rekreasi di Jogja. Hujan tambah deras saja dan makin dingin sampai-sampai tangan saya yang nggak pakai sarung tangan kaku bagaikan kena es, segera kupakai sarung tangan tapi masih dingin. Sebelum turun dari puncak, saya buat kenang-kenangan yang ramah lingkungan. Begini ceritanya saya melihat ada batu yang disusun dengan tulisan SAKERA, tanpa pikir panjang gua tambah batu dengan membentuk tulisan ROY dan satu huruf aku gantu dari E jadi U, maka jadi tulisan ROY SAKURA (Sorry buat yang membuat tulisan sakera, habis darurat sih, ntar kapan-kapan kalau naik ke sini lagi saya ganti). Setelah itu kami cepat-cepat kembali ke Pondokan.

Welcome to Pondokan again
Kita sampai di Pondokan kira-kira pukul 16:30WIB, ternyata bajuku basah semua tinggal celana pendek cadangan dan baju teater lengan panjang yang kering. Setelah membenahi barang yang basah, acara selanjutnya masak dan istirahat. Sial banget, saat itu dapat jatah tidur di tempat pojokan yang atasnya bocor, untungnya air bisa agak tertahan dengan pertolongan jas hujan. Malam itu tidur bersebelahan dengan Victor, tapi hujan tiba-tiba datang airnya banyak yang masuk..wuih dingin banget. Sampai semalam suntuk bersama karaoke kelotekan gigi yang lagi tabrakan karena menggigil. Pagi hari di atas ketinggian 2400 mdpl memang lain dengan di Lamongan, untung saja matahari muncul membawa kehangatan dan aku ketemu Indah lalu cangkruk sambil menjaga jemurannya anak-anak. Senin 12 Maret 2001 anak-anak sepakat langsung pulang ke rumah, jadi sudah 3 hari belum mandi dan 3 hari pula belum makan nasi, kecuali hari terakhir di pos perijinan. Pantesan Si Noman dan Si Slam kapok 7 turunan ndak akan naik gunung lagi, sementara saya malah ketagihan. Sebelum turun kita foto-foto dulu, lalu ninggalin wajanku kepada Fikky Kebo terus pamitan dan tak lupa beli eddelweis yang sudah diberi pot dengan menggunakan belerang yang dicetak sampai mongering. Kalau dipikir-pikir betul juga kata Victor kalau naik gunung yang paling menyenangkan adalah waktu muncak dan waktu turun. Ketika turun adrenalin makin terpacu, karena kita sekaligus bisa latihan lari dan berlatih keseimbangan, karena sudah pernah dilewati terpaksa kita mencoba untuk potong kompas. Sampai ada jalan super licin yang harus dilewati dan terpeleset sampai 6 kali. Di tengah jalan aku berjumpa dengan 2 bule, laki dan perempuan. Dan saya berusaha untuk menyapa “Good Morning, Sir?”, dan ternyata di dibalas “Morning” sama salah satu bule (Bahasa Inggrismu oleh piro Cak). Sesampai di Kokopan, kami beristirahat sejenak buat ambil air lalu lanjut lagi menuju Pet Bocor. Di tengah perjalanan kucoba untuk potong kompas siapa tahu lebih cepat. Tapi jalan yang terlewati salah, ternyata ada pohon gedhe yang menjadi penghalang..terpaksa balik lagi. Akhirnya setelah menempuh perjalanan panjang sampai berdarah-darah sampai juga di Pet Bocor. Setelah beberapa saat rehat, dengan berdua sama Wedhus turun meninggalkan yang lain dan sampai di Sitompul kira-kira pukul 12:00 WIB. Beban di tas saya terpaksa bertambah karena adanya satu kresek besar sampah plastik dari atas biasa demi kebersihan dan kelestarian alam, semua harus rela jadi pasukan kuning.
Pukul 13:00WIB rombongan meninggalkan Pos perijinan Sitompul menuju Pasar Buah Pandaan terus oper sama Bus menuju Bungurasih oper lagi menuju Terminal Osowilangun. Di Bus Surabaya – Lamongan saya turun lebih dahulu, turun di belokan Nginjen daerah dekat perbatasan antara Gresik dan Lamongan. Sampai di rumah pukul 16:30WIB capek banget dan kaki agak kram. Bukannya istirahat malah hujan-hujan di sekolahan sama Bashori Selep dan Yono Madas maklum tiga hari tidak mandi jadi kangen banget dengan air.
Akhir kata, sampai jumpa Welirang, suatu hari nanti saya pasti kembali kalau bisa juga menuju Arjuno. Tonjoklah muka para pendaki yang tidak punya cinta dengan alammu sampai bonyok, mereka yang buang sampah plastik sembarangan biar mereka kapok.

 #Catatan kaki: Beberapa hari kemudian tepatnya tanggal 15 Maret 2001 bertempat di alun-alun Lamongan. Saya diputus sama Dian. Mungkin dia marah besar karena aku tetap aja berangkat naik gunung, walaupun dia telah melarang. Jadi adik-adik sekalian, kalau mau naik gunung jangan lupa pamit sama orang-orang yang kita sayangi. 

Subscribe to receive free email updates: