TEORI KEBUDAYAAN MATERI

Untuk membangun teori tentang kebudayaan materi, langkah pertama yaitu membedakan dua cara tentang bagaimana kebudayaan materi tersebut dapat memiliki makna abstrak di luar awal mula tujuan penciptaannya.
 Tiga wilayah teori pada tipe pertama makna materi berasal dari informasi teknologi, Marxisme, dan strukturalisme. Teori teknologi, tujuannya untuk menerapkan cara-cara perlambangan materi yang dapat menghasilkan keuntungan yang adaptif bagi kelompok-kelompok sosial. Pendekatan ini memiliki keterbatasan manfaat bagi penelitian kuantitatif karena tidak menyangkut interpretasi dan pengalaman pemaknaan simbol-simbol.
Marxisme, merupakan komponen ideologis simbol-simbol dapat dikenali dalam hubungannya dengan kekuasaan dan dominasi serta selanjutnya kekuasan dan sistem-sistem nilai serta prestise dilihat sebagai jamak dan dialektik.
Srukturalisme, tujuannya untuk meneliti pola atau perbandingan spasial dalam hubungannya dengan kode yang melandasinya. Dalam sebagian besar dari karya ini metafor bahasa telah diterapkan terhadap kebudayaan materi nyaris tanpa permasalahan.

METODOLOGI
Pendekatan Idealistik
Makna kebudayaan materi dapat dialami dan dibaca orang. masih banyak yang dapat disampaikan berkenaan dengan bagaimana kebudayaan materi dalam konteks sosial
Pengertian metafor adalah bagaimana perasaan individu sebagai anggota pendukung sebuah kebudayaan tentang hubungannya dengan orang lain, material, dan tentang identitas dirinya. Selanjutnya berdasarkan ranahnya, metafor dapat dibedakan ke dalam pertama metafor struktural mengekspresikan dengan pengalaman dalam dunia nyata. Metafor tekstual mengekspresikan persamaan dan pengalaman dalam dunia perasaan.
Analisis kebudayaan materi atas dasar metafor langsung mengacu pada obyeknya. Dala kajian semiotik, metafor dapat dikenali sebagai tanda yang berada di antara sinyal-sinyal yang memberi arah bagi tindakan manusia, seperti lampu lalu lintas. Makna metafor hanya dapat dirasakan namun tidak mudah untuk dikonseptualisasikan. Sehingga makna dalam kebudayaan materi ekspresi metaforik dibedakan dalam dua jenjang. Jenjang pertama yaitu metafor material yang dapat mengungkapkan makna dalam hubungannya dengan kepercayaan. Kedua, seperti bahasa misalnya, ditentukan oleh kebudayaan.
Uraian diatas menunjukkan pentingnya peranan konteks dalam upaya untuk mengungkapkan makna kebudayaan materi. Di sisi lain, kebudayaan materi dari masa lampau dapat dipergunakan untuk membantu masyarakat terasing dalam melaksanakan kegiatan sehari-hari menjadi lebih mudah namun produktif.
Bloch (1991) mengemukakan bahwa pengetahuan praktis pada dasarnya berbeda dari pengetahuan yang berdasarkan pengetahuan kebahasaan (linguistik knowledge) dalam pengorganisasiannya dalam pikiran. Dengan demikian, makna praksis, evokasi, dan resepresentasi saling memasuki dan saling mengisi dalam banyak hal untuk tidak dikatakan pada semua sisi kehidupan. Struktur dan praksis memiliki hubungan rekursif dalam proses strukturasi kehidupan materi.

Pendekatan Matrialistik
    Kebudayaan materi materialistik memusatkan perhatian pada obyek itu sendiri, materialnya, konfigurasi, artikulasi, sampai pada sifat-sifat molekulernya, seperti warna dan teksturnya. Pendekatan materialistik mencari hubungan antara kebudayaan materi dengan perilaku manusia yang pernah membuat, mempergunakan kemudian membuangnya. Pendekatan materialistik beranggapan bahwa hubungan antara kebudayaan materi dengan perilaku yang mengendapkannya itu bersifat universal.
    Yang diungkapkan kajian ini adalah pertama, melalui observasi terhadap tahap-tahap penciptaan, penggunaan, dan mungkin juga pendaur ulangannya. Kedua, yang didasarkan atas asumsi bahwa kebudayaan materi merupakan residu perilaku manusia, maka yang hendak dicapai adalah mengungkapkan tentang hakekat residu itu. Melalui pengungkapan ini maka diharapkan bahwa perilaku manusia yang mengendapkan residu itu dapat pula diungkapkan.

Hakikat residu
    Masalah yang hendak diteliti adalah apakah melalui observasi terhadap perilaku manusia masa kini melalui residunya, hubungan umum antara keduanya dapat diungkapkan untuk dirumuskan sebagai hipotesis serta kemudian diuji secara lintas budaya, sehingga akhirnya dapat diperlakukan sebagai hukum perilaku.

Pendekatan ruang
    Penelitian terhadap pendaya gunaan ruang masa kini oleh manusia yang masih hidup dapat memberikan sumbangan bagi interpretasi terhadap archaelogical records. Kajian itu juga dapat membantu kita untuk mengenali , mempertajam dan mengkaji asumsi-asumsi kita sehingga memungkinkannya untuk mengembangkannya menjadi hipotesis guna dapat diuji. Di sisi lain, penelitian itu juga dapat memberikan gambaran tentang bagaimana archaelogical records terbentuk, tentang bagaimana peninggalan itu terpolakan, dan apa makna pola itu.

Relevansi Sosial
    Ditinjau dari sudut pandang ini, maka pertanyaaan yang dapat diajukan adalah apakah yang dapat disampaikan oleh penelitian arkeologi bagi kepentingan masyarakat.

Relevansi masa lampau untuk masa sekarang
    Pada hakekatnya material itu telah menjadi bagian dari kebudayaan materi masa kini, bukan lagi sekedar data tentang masa lampau, atau hanya sebagai temuan ekskavasi. Sebagai konsekuensinya maka material itu menjadi terbuka agar dapat dianalisis untuk dapat diketahui tentang kebudayaan yang menciptakannya, dan tidak tentang masa lampau belaka. Tujuan kajian kebudayaan materi masa kini adalah pertama, melalui penerapan ethnoarkeologi, memperoleh pengertian tentang masa lampau secara lebih baik. Kedua, bukan hanya semata-mata berkenan dengan masa lampau, melainkan juga melalui analisis terhadap obyek-obyek yang dibuat pada masa kini untuk diketahui tentang apa yang dapat diungkapkannya tentang masa kini. Pada hakikatnya ilmu arkeologi mencakup seluruh aspek perilaku manusia dan kebudayaan materi, kapan pun dan di mana pun keduanya terjadi.
    Dalam kaitan dengan masa lampau, bahwa walaupun kita tidak dapat menghidupkan kembali masa lampau namun pengetahuan tentangnya dapat menjadi sangat penting untuk membangun identitas kita sebagai sebuah bangsa. Kemungkinan ini, dapat menghilangkan keragu-raguan kita sebagai ahli arkeologi. Unsur keragu-raguan itu timbul sebagai akibat dari kekhawatiran para ahli arkeologi untuk berbicara terlalu banyak tetapi keliru. Unsur lain adalah bahwa ahli arkeologi takut untuk menyampaikan sesuatu yang baru atau inovatif.

Kajian Kebudayaan Materi dan Pendidikan Arkeologi
    Apa yang dimaksudkan dengan pengajaran arkeologi dalam kaitannya dengan kebudayaan materi di sini khususnya adalah yang berkaitan Kuliah Kerja Lapangan (KKL). Sebagaimana kita maklumi, bentuk KKL yang selama ini kita laksanakan adalah dalam bentuk latihan ekskavasi. Kita semua mengetahui bahwa KKL dalam bentuk ekskavasi, di samping memerlukan biaya yang cukup tinggi juga memerlukan tata penyelenggaraan yang cukup rumit.
    Pada hakikatnya Departemen Arkeologi Universitas Arizona menyadari dan mencari jalan keluar dari permasalahan itu sejak tahun 1971. Guna mengatasi hal ini para ahli arkeologi Universitas telah mengadakan eksperimen dengan menyelenggarakan KKL yang berorientasi ke kebudayaan materi masa kini. Setelah melakukan beberapa eksperimen dan membandingkannya dengan KKL konvensional, bahwa kebudayaan materi memberikan beberapa keuntungan. Di samping biaya yang rendah dan kemudahan dalam penyelenggaraan, mahasiswa mempelajari prinsip-prinsip umum arkeologi, yang kemudian dapat diterapkannya dalam menghadapi situasi apa pun. Landasan berpikirnya yaitu bahwa prinsip-prinsip umum arkeologi dapat ditanamkan melalui kajian atas kebudayaan materi masa kini. Kedua bahwa melalui KKL yang mengkaji kebudayaan materi melalui penerapan prinsip-prinsip arkeologi yang paling mendasar memungkinkan para mahasiswa untuk menerapkannya mengkaji keadaan di luar arkeologi.
    Menurut Rahtje, penelitian terhadap kebudayaan materi masa kini dapat menyumbangkan empat hal penelitian maupun pendidikan arkeologi, yaitu:
1.    Mengajarkan prinsip-prinsip arkeologi
Artifak modern memberikan arkeologi banyak kemudahan. Kenyataan ini menunjukkan bahwa KKL terhadap kebudayaan materi masa kini juga memberi kesempatan untuk mengembangkan kreativitas mahasiswa.
2.    Menguji prinsip-prinsip arkeologi
kajian terhadap artifak modern memainkan peran yang makin penting dalam pengembangan metodologi arkeologi.
3.    Menyelamatkan ethnoarkeologi
Yaitu merekam arkeologi masa kini. Melalui kajian terhadap kebudayaan materi masa kini, perekaman terhadap perilaku manusia dan kebudayaan materi dapat menyelamatkan ethnoarkeologi.
4.    Menghubungkan masyarakat kita saat ini dengan masyarakat masa lampau. Melalui kajian terhadap kebudayaan materi, pembandingan antar masyarakat yang beragam, baik sinkronis maupun diakronis dapat dikembangkan.
Jadi, dengan mengubah paradigma, penelitian arkeologi dapat menjadi lebih jelas, baik dari sudut obyek maupun tujuan, yaitu kebudayaan. Namun terlihat pula bahwa perubahan itu hanya sampai pada tataran epistemologis, dan belum sampai pada masalah metodologisnya.
Terlihat pula perkembangan arkeologi tidak diimbangi dengan publikasi yang berkenaan dengan masalah pendidikan ahli arkeologi. Dengan sendirinya perubahan paradikma itu perlu pula menyangkut perubahan di bidang pendidikan. Landasan yang diterapkan adalah bahwa baik perilaku maupun residu yang ditinggalkannya kedua-duanya dapat diamati dan diungkapkan maknanya, yaitu metodologi arkeologi. Atas dasar ini dapat diajarkan melalui kajian kebudayaan materi masa kini.

Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "TEORI KEBUDAYAAN MATERI"

Post a Comment