Indonesia di Mata (mata-i) Post Kolonial karya Budi Susanto, S.J. (editor)

Susanto, Budi, S.J. 2010. Indonesia di mata (mata-i) Post Kolonialitas.Jogjakarta: Penerbit Kanisius.


Buku bunga rampai yang diedit oleh Budi Susanto, S.J berisi tentang kajian post kolonial dalam melihat negara-negara dunia ketiga seperti Indonesia dan India. Dalam konteks sejarah pada masa penjajahan antara India dengan Indonesia memang telah ada pertalian nama di kalangan bangsa barat untuk menyebut India depan dan India belakang (Indonesia / Hindia Belanda). Karya-karya penulis dalam buku ini yang tergolong penulis aliran orientalis berupa membedah kebudayaan negara-negara yang menjadi sasaran sepak terjang kolonialis barat dengan mencari nilai esensi budaya dan sistem kemasyarakatan yang telah ada dalam masyarakat tersebut, selanjutnya dibuat dari data yang ada dibuat untuk kepentingan kolonial sendiri termasuk dalam menggulirkan wacana tentang identitas, kultur sampai sejarah. Penulisan dalam buku ini menggunakan kata “saya” yang dalam penulisannya ada beberapa yang menyatakan pendapatnya dalam setiap tulisannya. Dalam beretnografi pemakaian kata ini merupakan tindakan reflektif dalam sebuah tulisan yang mengajak pembaca untuk berpikir, tidak hanya sekadar membaca dan pasif. Apresiasi setelah membaca buku ini adalah terdapat pada kecerdasan Budi Susanto, S.J. untuk meramu bab pendahuluan (awal kata-kata) dalam bentuk laporan perjalanannya ke Timor Leste yang berusaha mengungkap sisi kelam dari pembentukan negara yang umurnya masih relatif muda ini, kemudian melakukan investigasinya dari segi sejarah sampai bermuara pada kajian post kolonial. Apresiasi saya selanjutnya adalah pada judul yang ambigu, namun dari keambiguan ini melahirkan penafsiran yang dapat mewakili esensi buku ini, Indonesia di mata (mata-i) post kolonial artinya Indonesia sedang diamati gerak geriknya oleh penjajahan bentuk baru, arti yang lain pandangan kaum post kolonial terhadap Indonesia.
Klaim dalam buku ini lebih banyak pada aspek post kolonial, kebudayaan dan sejarah terutama dikaitkan pembentukan identitas yang berasal dari kepentingan tertentu dalam kajian orientalis. Studi Antropologi dan Sejarah dapat menjadi dua mata pisau, dapat bermanfaat untuk mengungkap budaya adiluhung dari suatu masyarakat, namun bisa juga menjadi alat untuk memperlancar bercokolnya kekuasaan kolonial. Karena melalui pembentukan wacana dan aspek kesejarahan bangsa kolonial dapat menggunakannya sebagai bentuk hegemoni terhadap bangsa jajahannya, misalnya kasus di Jawa dalam tulisan John Pemberton yang menyatakan bahwa orang Jawa terutama kaum elitnya melihat bahwa ada pihak yang lebih ahli dalam budayanya yaitu para peneliti dari barat yang dianggap turut serta dalam pembentukan identitas jawa. Kolonialisme berkaitan dengan kekuasaan, ilmu pengetahuan,  kebudayaan dan kontrol yang saling bertautan (hal 18). Antropologi berupaya untuk membuat tafsiran atas sejarah baik yang berasal dari rakyat kecil maupun versi penguasa (kolonial). Buku ini bersifat dekontruktif yang melihat masa lalu untuk masa kini dan menjalankan masa kini yang berkaca pada kehidupan masa lalu, beberapa bab lebih menekankan pada persinggungan antara antropologi dengan sejarah. Kekuasaan baik secara fisik, kepemilikan aset maupun pembentukan wacana dan identitas adalah fokus dalam buku ini yang merefleksikan dualitas antara kekuasaan dengan implikasinya (pengaruh kuasa dan kuasa pengaruh). Studi orientalisme yang di Indonesia lebih dikenal dengan peneliti Indosianis dalam perspektif etnografi berimplikasi untuk memperkaya kajian kebudayaan Indonesia atau akan justru menghancurkan esensi kebudayaan yang adiluhung jika terkait dengan hegemoni suatu kepentingan (modal, asing, kekuasaan dan politik)? Bagaimana sikap kita sebagai antropolog untuk menyikapi hal tersebut? (Roikan).


Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "Indonesia di Mata (mata-i) Post Kolonial karya Budi Susanto, S.J. (editor)"

Post a Comment