Jangan Sakit di rantau...

Sehat itu tiada harganya. itulah yang sering dikatatakan orang kalau kita bahas tentang kesehatan. Rasanya memang benar kalau tidak ada satu makhluk yang bernama manusia yang selalu kuat. Superheropun dapat ambruk apalagi superkartun. Postingan ini merupakan cerita bergambar dari tahap kejatuhan diri di tangan beragam penyakit yang datangnya bersamaan. Ibarat istilah transmigrasi bedol desa. Bedol gerah.
Suatu kamis di pertengahan Oktober 2014, setiba di Jogja dari rutinitas mengajar di Malang, tidak ada yang terasah aneh pada diri ini. Tapi setelah lewat tengah hari, dalam perjalanan berangkat ngantor ke Wates baru terasa ada yang aneh. Suhu badan mulai naik dan ini diperparah ketika saat itu saya membuat segelas susu dari sekaleng susu yang berada di kos Tamantirto. Maksud hati pingin sehat tapi apalah daya jadi begini....
Kapsul sakti dari pengasih 

...nutrisi yang uhuy...
..bubur buatan Mang Gotir...

Setelah memastikan bahwa tubuh ini sakit, Jumat itu atas ijin dari kantor saya diantar oleh Mang Gotir (juragan kimcil terkenal dari Kulonprogo) menuju dokter spesialis penyakit dalam. Setelah menunggu beberapa saat akhirnya saya masuk ke ruang periksa dan mendapat satu suntikan super serta obat untuk diminum buat menurunkan panas. Sempat dokter bertanya: "Apakah anda alergi pada obat tertentu?", lantas saya jawab: "mboten Dok". Walaupun sekilas dalam hati saya masih dapat mengenang peristiwa keracunan obat (:baca malpraktik) oleh mantri desa pada sekitar tahun 2005 yang menyebabkan mukaku tak berbentuk.

..dari bangkalan ke Wates Giripeni....
..madu perhutani...
Obat dari dokter ternyata membuat sakit semakin parah, panas makin alay (baca: naik turun di waktu yang tidak terduga) dan yang membuat miris ada sariawan di mulut atas sebelah kiri. Apakah ini adzab Ilahi karena punya kebiasaan misuh. Misuh adalah kata-kata ekspresif yang bersifat relatif dan spesifik. Contoh bajigur atau asem jika di Jatim berarti minuman dan bumbu masak, namun bagi orang Jogja adalah kata-kata untuk mengungkapkan suatu emosi jiwa. Total sariawan yang ada di rahang sampai geraham kiri sebanyak 23 biji. Walaupun sakit saya berusaha melakukan pemotretan rutin menggunakan kamera berflash dari ponsel nokiyem ekspres musik. Karena sudah geram dengan kondisi geraham dan ada kesulitan untuk makan sehingga di suatu selasa sore saya dipaksa teman-teman kantor untuk dirujuk ke rumah sakit. Maka dengan bantuan ambulan zig-zag Sujarwanto kami menuju RSUD Wates. Berkat bantuan Mbak Lia, saya akhirnya dapat masuk dengan sukses menuju ruang periksa IGD RSUD Wates bahkan mendapat kartu Ijo, saya menyebutnya Kartu Perantau Sehat (KPS). Awalnya petugas penerimaan mempertanyakan KTP saya yang bukan orang Kulonprogo, namun Mbak Lia menerangkan bahwa pasien yang dibawa ini adalah saudaranya yang kebetulan sedang bekerja dan Sekolah lagi di Jogja.
Ada kejadian menarik saat Bu Dokter jaga menyuruh saya untuk memasuki ruang periksa. Awalnya santai namun saat lagi enak-enakan tidur di kasur tidak sengaja saya melihat pasien di ranjang samping. Seorang bapak tua yang tengah istirahat dengan kondisi yang membuat panik. ada infus di lengan dan tabung oksigen yang terhubung di kedua lubang hidungnya. inilah yang membuat saya panik dan dokter sampai melakukan pemeriksaan tensi darah sampai dua kali karena dinilai kurang valid dan saya didiagnosa darah tinggi. Padahal selama ini yang ada darah rendah. Lalu dokter menyarankan untuk periksa darah ke laboratorium. Lagi-lagi kiprah ambulan zig-zag ada di sini, bahkan ketika memasuki pintu lab, kursi roda sempat akan terjungkal karena sang driver, Sujarwanto kurang memperhatikan kontur lantai. Selain itu, kursi roda yang dikendarainya untuk mengangkut saya nyaris menabrak penjenguk pasien yang sedang lalu lalang di sekitar kami. Mungkin Sujar terlalu bersemangat menjadi sopir kursi roda.
....menuju pemeriksaan darah...
..pasca periksa darah...
..obat baru..
Hal yang kutakutkan terjadilah, nyaris pingsan saat periksa darah. Begitu keluar dari 'ruang drakula' (ruang penyedotan sampel darah). Tiba-tiba tubuh menjadi limbung, mata berkunang-kunang dan makin lama kesadaran seperti berkurang. Butuh upaya ekstra untuk tetap sadar. Antara sakit dengan gengsi, jangan sampai badan seberat ini terkapar di ruang drakula.
...saudara kulon progo: Mbak Lia..
..sakitnya tuh di sini, upaya menahan pingsan..
Setelah periksa darah, saya membawa hasil raport ke dokter di IGD dan dinyatakan bahwa saya cuma kecapekan. Tidak ada typus yang melanda atau penyakit dalam yang lain. Walaupun begitu saya tetap agak panik mengingat ada bengkak di perut kiri dan kadang terasa perih. Berbekal seplastik obat dan sekarung optimisme saya melangkah keluar dari rumah sakit, setelah itu melakukan istirahat maksimal hingga pada  hari Jumat saya sudah strong (macak kuat). Walaupun kadang badan terasa masih lemah dan ingin limbung.
Postingan ini mempunyai hikmah yang dapat kita renungkan bahwa kesehatan itu mahal bingit dan harus selalu dijaga. Akibat dari sakit ini, semingguan saya absen dari mengajar di Malang, Tesis sedikit terbengkalai dan berat badan turun 10 kg sehingga terlihat lebih kurus dan putih (baca: pucat pasi). Intinya jangan mudah menuruti hawa nafsu, terutama nafsu makan yang agak tak terkendali sampai makan/minum apapun termasuk barang yang sudah tidak layak makan/minum. 

Tips Sehat ala perantau: 
1. Jaga relasi dan hati dengan orang-orang di perantauan, kalau ada apa-apa siapa lagi yang akan menolong kalau bukan mereka. 
2. Perbanyak amal ibadah, no komen dari saya untuk jenis tips ini. 
3. Jika ingin menurunkan berat badan secara drastis, cobalah sakit kelas ringan di rantau karena jauh dari keluarga atau orang terkasih membuat pikiran terus melayang sampai dapat membakar lemak. 
4. Jauhkanlah dirimu dari nafsu makan/minum yang menggebu sebab kadang kita tidak sadar jika ada penyakit dalam yang siap menghadang di kemudian hari.
5. Hormatilah dan patuhilah nasehat dari orang tua. 

Lembar persembahan: Tidak lupa saya mengucapkan terima kasih kepada semuanya yang telah berkontribusi dalam melakukan perawatan, penjengukan sampai rehabilitasi selama saya bedrest di Wates. Terutama Gotir yang menjadi memasok nutrisi dan mematik kesembuhan dengan ancaman kubur septictank, Sujarwanto selaku ambulans zig-zag yang siap siaga menjadi driver dari motor sampai kursi roda, Mbak Lia yang mempunyai inisiatif untuk segera memberangkatkan saya menuju rumah sakit, Pusak Chitato yang memberi penghiburan dengan dangdut dan guyonan. Tidak lupa kepada Pak Habib (HB) yang selalu mengontrol ke kamar belakang karena kita senasib selaku pasien RSUD Wates, Siswa SMP kelas malam Sitta and the gang yang sempat menjenguk ke kamar belakang, radio pasar dan radio maarif wates yang menjadi hiburan saat menahan sakit di malam hari dengan rekaman wayang kulitnya.  

Bonus Pict:
..kartu perantau sehat...
...empuknya kasur IGD RSUD Wates.

..efek obat itu..

Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "Jangan Sakit di rantau..."

Post a Comment