Intro
Terlahir sebagai anak desa yang tinggal tidak jauh dari sungai. Menjadi anak kali tentunya bukan hal tabu. Bermain di kali. Setiap hari saya lakukan untuk menghabiskan waktu. Waktu sela untuk berganti sekolah dari pagi sekolah merah (SD) menuju sekolah ijo (MI). Setiap siang kami bermain di sana. Itulah kenapa setiap kali melihat acara Bolang di televisi kadang tersenyum sendiri mengingat masa kecil. Masa itu saya merasa bahwa alam menyediakan semuanya, dan kita bisa memanfatkan apapun di alam untuk menghasilkan hasil alam. Termasuk memancing. Dengan peralatan yang sederhana, ketika sungai depan desa airnya melimpah kami suka ria mancing. Sampai lupa waktu kadang-kadang.
Verse 1:
Iwak Bethik dan Ulat Pisang |
Puncak musim mancing adalah pada awal kemarau. Air lebih tenang, dan semakin hari semakin menyusut. Saat itulah mungkin mereka minta 'diselamatkan'. Lebih baik mati di perut orang desa, dari pada mati kekeringan di dasar sungai.
Verse 2:
Hasil yang beragam |
Bridge:
Jangan bersarung kalau mancing ! |
Chorus:
Tiada hari tanpa mancing |
Chorus 2:
Mengisi liburan dengan mancing |
Itulah sekilas cerita dari kampung halaman. Kampung dekat sungai, masyarakat tambak yang tidak bisa lepas dari ikan. Termasuk aktivitas memancing, menjala, njegok, mbetek, buri dan merek. Semua adalah aktivitas antara manusia dengan alam. Postingan ini adalah awal dari saya meluncurkan kartun mancing, Indonesian Fishing Cartoon sebagai bagian cuti mancing sampai waktu kelahiran Sang Jabang Bayi telah tiba. ..tobe continued (bersambung)
0 Response to "Fishing Cartoon (Cerita dari Kampung Halaman) "
Post a Comment