Day
VII (16 Agustus 2008) – Danau Taman Hidup “Last Day”-
Pagi hari di Danau Taman Hidup, serasa bangun pagi di kamar kos
lama, tidak ada burung berkicau maupun kokok ayam hutan sebab semua suara
tertutup oleh aktivitas dan celoteh anak-anak peserta pendakian bersama. Perut
terasa lapar, apalagi membayangkan sajian spesial buat curhat tadi malam, yakni
Kentang rebus yang dipadu dengan saos sambal terus di makan di tepi danau di
tengah bulan purnama di bawah taburan bintang, pengalaman makan malam yang
langkah.
Mentari Pagi di Danau Taman Hidup |
Segala model tenda ada di sini, dari yang paling sederhana sampai model yang paling besar yang bisa memuat sampai 10 orang. Salah satu tenda yang cukup berbeda adalah tenda yang berbentuk seperti keong. Sagera aku berjalan-jalan ke tepi danau untuk mencuci muka dan mengambil air, mumpung belum semua penghuni base camp ini terbangun. Ku lihat ada orang yang lagi memasang pancing tarikan di danau, buat lauk barangkali. Dua hal yang menyita perhatianku adalah cewek-cewek peserta pendakian bersama (maklum sudah satu minggu di hutan tidak pernah bertemu dengan cewek kecuali monyet betina dan ayam hutan betina) dan seorang pria gondrong yang mengenakan baju penerbang lengkap dengan sepatu hak tinggi. Perawakannya mirip Jarwo anggota band Naif. Kebetulan ia ke danau buat mengambil air dan aku langsung menanyakan pada orang itu, dimana ia menyembunyikan pesawatnya. Bersama Mboys aku rasan-rasan anak-anak Antro sekarang yang berambut gondrong, tak lama setelah itu ada seseorang di samping kami yang bertanya apakah kami dari Antro. Ternyata orang itu adalah Adik kandung dari Mas Andik Rosan Antro angkatan 2001 asli Sumobito Jombang, yang kuliah di jurusan Geografi IPS Unesa.
Kami masak bersama menghabiskan sisa logistik yang masih tersisa, sebab ini adalah acara masak untuk yang terakhir kali. Pesta Cocacola yang rencananya kami laksanakan di Puncak Rengganis aku alihkan di danau Taman hidup. Tugasku sekarang adalah menjadi abdi dalem yakni pembawa payung untuk melindungi juru masak kesayangan Arif dari sengatan matahari supaya ia bisa lebih konsentrasi membuat sarapan untuk kami. Yang membuat suasana yang seharusnya nyaman di taman hidup menjadi tidak nyaman adalah ulah beberapa orang peserta pendakian bersama yang dengan sengaja menyalahkan petasan model sreng dor. Suara ledakan yang menggelegar menggema masuk ke dalam hutan. Semoga oknum yang melakukan perbuatan bodoh ini tidak jadi mangsa macan kalau masuk hutan nanti. Setelah sarapan dan berkemas-kemas kami pesta sejenak dengan cocacola. Tak lupa sisa logistik aku berikan buat tetangga, gula merah untuk tenda tetangga sementara Adik Mas Andik aku beri dua bungkus marimas. Tak lupa kami juga berfoto bersama. Rombongan pendakian bersama meninggalkan bumi perkemahan Taman Hidup satu persatu, sementara kami malah menuju ke danau. Sehingga salah satu rombongan paling ujung (yang meninggalkan seonggok sampah) bertanya tujuan kami, Arif menjelaskan kalau kami akan menunggu kapal di tepi dana,
Bersama Adiknya Mas Andik Rosanto |
Perjalanan menuju Bremi dimulai pada pukul 09.00 berlanjut seiring sepinya kawasan Danau Taman Hidup, kali ini aku yang memimpin teman-teman untuk berdoa demi keselamatan bersama. Medan yang kami lalui berbentuk jalanan yang menurun bahkan bisa dikatakan sebagai jalur yang didominasi turunan curam. Meskipun jalan menurun tapi sesekali kami harus melewati medan ekstrim yang memerlukan kekompakan antara tangan dan kaki. Ketahanan alas kaki di uji di medan ini. Seperti biasanya formasi kami, Arif berada di depan kemudian Aku, Danang dan Mboys berada paling belakang. Banyaknya jalur kompasan membuatku iseng-iseng mencoba, jalur non konvensional seperti ini konon dibuat oleh dua kriteria pendaki yakni yang kreatif dan yang frustasi karena tanjakan yang cukup menguras tenaga. Baik fisik maupun mental.
Danang Masuk Selokan Season One |
Ketika sampai di sebuah persimpangan, aku memilih
jalur kompas yang berada di sebelah kiri sementara yang lain mengambil jalan
yang sebelah kanan. Begitu sampai pada titik pertemuan jalan tersebut,
tiba-tiba Mboys berteriak menyuruh kami naik kembali. Usut punya usut ternyata
Danang jatuh terpelanting mengenaskan dengan kepala di bawah dan salah satu
tangan masuk ke dalam saluran air. Aku tak kuasa menahan tawa begitu juga Arif.
Sementara Mboys yang berdiri tepat di belakangnya bukannya bergegas menolong,
namun segera mengambil kamera untuk mengabadikan momen yang cukup menggelikan
saat itu. Perutku sampai sakit karena tidak sanggup menahan tawa akibat ulah
Danang yang menggemaskan. Kami istirahat sejenak di tempat itu untuk olah TKP,
sementara aku dan Arif tak kuasa untuk melihat muka Danang, begitu melirik
mukanya saja langsung ingin tertawa lepas. Peristiwa jatuhnya Danang terulang
untuk yang kedua kalinya dengan lokasi yang berbeda. Kalau kejatuhan Danang
yang pertama karena terpeleset, sedangkan untuk kecelakaan yang kedua
diakibatkan karena ia menginjak akar kecil dan akar tersebut tiba-tiba putus
sehingga ia terpelanting. Mboys mencari akar yang telah membuat Danang celaka,
setelah menemukan akar tersebut Mboys langsung berkata ”nakal banget sih!”.
Sinyal seluler sudah masuk sampai daerah ini,
sesekali aku mencek Hpku sapa tahu ada SMS yang penting. Perjalanan terus berlanjut, entah berapa jalan
turunan yang telah kami lewati. Sesekali kami menjumpai monyet yang sedang
bergelantungan di pohon, begitu juga Mboys ia mencium suatu bau yang aneh dalam
perjalanan di tengah hutan. Setelah ku tanya ternyata tadi ia mencium bau
seperti aroma kemenyan. Hi......!
Begitu masuk jalur hutan mahoni, medan yang kami
lalui lebih beradab daripada medan sebelumnya, jalanan datar dan sedikit
menurun semakin membuat kami semangat untuk segera sampai menuju Bremi. Selepas
hutan mahoni kami memasuki ladang penduduk. Banyak pohon waru dengan ketinggian
spektakuler tumbuh di sini. Ingat waru aku ingat masa kecil, sebelah rumahku
yang berbatasan dengan kuburan banyak ditumbuhi pohon waru. Sepulang sekolah
aku sering manjat batang waru atau mengambil batang kecilnya untuk dijadikan
pedang-pedangan. Sepanjang perjalanan aku menjumpai banyak bunga waru yang
berjatuhan di tanah, aku mengambil satu satu kemudian kumasukkan tas roti.
Siapa tahu berguna nanti setelah sampai di Surabaya. Begitu sampai di pertigaan
jalan yang ada pos seperti menara pantau sipir penjara, kami istirahat sejenak,
sembari menentukan jalur mana yang di antara persimpangan tersebut yang menjadi
jalan paling cepat menuju Bremi.
Aku mengadakan orientasi medan dengan berjalan
menyusuri dua jalur di persimpangan tersebut. Setelah itu aku yakin kalau jalur
yang benar adalah yang terletak di sebelah kanan. Sepanjang jalur banyak dijumpai
perkebunan heterogen segala jenis tanaman ada di sana mulai dari cabe merah,
tomat, wortel, jagung sampai cengkeh dibudidayakan di sini. Sampai di kawasan
perkampungan seorang Ibu yang sedang menggendong balita mempersilahkan kami
untuk singgah sejenak di rumahnya namun kami memilih untuk melanjutkan
perjalanan. Kalau tidak salah, dua tahun yang lalu rumah tersebut adalah rumah
yang masih dalam proses pembangunan bahkan seingatku bersama rombongan Gempa
bsq kami singgah dan makan camilan di rumah tersebut. Sungguh sebuah
keramahtamahan yang begitu indah. Tak terasa akhirnya kami sampai di kantor
Polisi (Polsek) Krucil pukul 15.00 setelah sebelumnya mendapat tanjakan ujian
mental dan fisik untuk yang terakhir kalinya.
Canteng Bersatu |
Sesampainya di kantor polisi kami istirahat
sejenak sambil melemaskan otot. Akhirnya kami bisa kembali menuju peradaban.
Kami cangkruk di sekitar tempat parkir petugas Polsek. Kemudian bersiap-siap
untuk membersihkan diri secara bergantian. Mboys yang telah beberapa lama
kehilangan sikat giginya segera membeli sikat gigi di warung depan Polsek.
Karena posturnya yang kecil, ia dikira salah seorang peserta kemah SMP yang
kebetulan saat itu rombongannya lewat di depan kantor polisi J.
Setelah mandi kami bersiap-siap untuk makan, untuk
pilihan tempat makan aku mengusulkan untuk mencari makan di warungnya Bu Rusdi,
yang terletak tidak jauh dari kantor polisi. Dua tahun yang lalu, aku makan di
warung tersebut dan banyak mendapat cerita tentang pendaki-pendaki yang meninggal
di gunung termasuk cerita tentang pencarian Si Vincent. Rumah Bu Rusdi yang
sekarang bukan kayu seperti dulu, namun sudah terbuat dari tembok. Hanya saja
yang aku sayangkan, kumpulan stiker peninggalan teman-teman pendaki sudah tidak
dijumpai di warung ini. Kami
makan nasi campur dan minum teh hangat sementara Arif memesan segelas kopi.
Kebetulan saat itu, hari setor susu jadi banyak
kami jumpai Ibu-ibu maupun Bapak yang lalu lalang menuju dan dari Pos
Penampungan Susu KUD Krucil. Mboys sempat memotret seorang Ibu tua yang sedang
memerah susu di sebuah kandang yang tidak jauh dari kantor polisi. Kami sudah
ditunggu oleh bapak sopir angkutan pedesaan menuju Pajarakan yang dikenai Rp
24.000 untuk 4 orang. Dalam perjalanan meninggalkan desa Krucil kami terus
melihat rentetang pegunungan Hyang Timur (Argopuro) yang membentang luas.
Selama berada di angkutan desa tersebut, kami selalu mengenang bagaimana Danang
mengalami banyak depresi karena jauhnya perjalanan yang berbeda dengan Gunung
lain. Teman-teman pun berkata arek-arek
iki lho gendeng ngapain ke Gunung capek-capek, ngentekno duit.
Sampai di pertigaan Pajarakan, kami langsung
menuju jalan utama Anyer-Panarukan untuk menunggu bus menuju Surabaya, setelah
menunggu 20 menit bus PO Anggun Krida datang, untuk 4 orang total dikenai biaya
Rp76.000 atau setiap orang Rp19.000,-. Selama perjalanan menuju Surabaya, kita
dihiasi oleh merahnya langit dari sunset..hmm Subhanallah betapa indahnya
ciptaan Allah. Tak terasa perjalanan kurang lebih 2,5 jam kita sampai di
terminal bungurasih kira-kira jam 21.00. turun dari bus antar kota kita
melanjutkan untuk menuju ke terminal bus kota damri tujuan Perak atau P1 dengan
membayar Rp12.000 untuk 4 orang. Kita turun di depan TP yang bertepatan ada
acara konser di depan McD Basrah. Kita jalan memutar sampai di depan SMU
Trimurti untuk melanjutkan dengan naik bemo E menuju Jojoran dengan biaya
Rp12.000 untuk 4 orang. Turun di depan gang Mojo kita langsung menuju warung
tempe penyet untuk merasakan nikmatnya masakan peradaban J hmm lekker.. perut kenyang siap berjalan lagi
menuju kos-kosan Roykan dan sampailah kita pukul 22.30 dengan selamat
Alhamdulillah dan disambut teman-teman kos. Sampai jumpa lagi Argopuro..
pesonamu akan selalu terpancar abadi dalam sanubari.The End.
Special Thank to:
Tuhan Yang Maha Kuasa, Keluarga Tercinta,
kawan-kawan seperjuangan SigungPala
(Mboys, Arif, Danang), Ari Katamso (nggak papa lain waktu ada pendakian bersama
kami kembali), I-Tutor.net Galaxy (gaji terakhir yang menyenangkan), Sepeda
Pancal United (buat latihan fisik dan membantu nabung beli carrier), Caesar
Hartini Handycraf (terima kasih buat permen Kiss dan uang sakunya), Pak Suyono
(pathok jalurnya masih kurang banyak Pak mungkin sampai HM 260sekian), Emi
Fatmawati (goyang Dewi Persikmu selalu melekat di hati), Malia Manyar (don’t
worry), Andik Lilis (terima kasih telah menjaga Kamar kosku bersama Katamso),
Anak-anak KPLA Unair (jalur Bremi PP memang sip!!), Pak Tani dan Bu Tani Baderan
– Bremi, Bapak Polisi (Polsek Besuki dan Polsek Krucil), Mas Jangkung Prio
Blitar, Gempa bsq, toko outdoor Bratang (buat sleeping bag dan cover
carrierku), Southmerapi, Eiger (matras dan sandal Catalys memang nyaman di
jalur turunan), pemilik ban bekas di kamar kos (makasih tidak membuat kami
harus antri berjam-jam demi seliter minyak tanah), Vincent (who are you?), anak
kami Sigung Cikasur (I Miss You Bibeh), Katul fotokopi Corp, Kerabat Antro
Unair yang lebih dahulu berangkat, Reza Gundul, Mas Negro UGM, Swalayan Bilka
(sumber logistik paling lengkap)…dan semua pihak yang tidak disebutkan satu
persatu…. Vielen Dank! Matur Suwun! #