Kartun Indonesia Bersiasat di Era Digital: Webinar Duet Dua Kartunis Juos

Sak beja-bejane kartunis iku sing eling lan waspodo 

Benarkah era digital adalah kematian dari terbitan media berbasis cetak? Bagaimana nasib para kartunis yang menggantungkan hidupnya dari honor jika kartunnya dimuat media cetak?. Ada pandangan Terdapat pandangan umum di kalangan kartunis sendiri, bahwa kartun yang dimuat majalah Intisari ibarat orang karate telah mencapai sabuk tertinggi. Artinya terdapat prestise dan legitimasi tertentu jika karya seorang kartunis telah dimuat di media cetak dalam skala nasional. Menyempitnya ruang publik kartun humor di media menjadikan sebagian kartunis dihadapkan pada dua pilihan, antara memanfaatkan ‘lahan’ yang ada atau memilih alternatif berkarya yang lain.



Webinar yang diselenggarakan oleh beritajatim.com menghadirkan dua kartunis idola. Wahyu Kokkang dengan Clekit yang pernah jualan kaos adem yang tidak boleh dicuci dalam kuah bakso. Toni Malakian kartunis yang juga karikaturis dan ilustrator dengan gambar yang sangat menyentil. 

Kartun Indonesia telah mendunia. Karya kartun tidak hanya untuk hiburan tapi sisi kritik menjadi hal yang menonjol. Terlebih pasca reformasi, ketika kran kebebasan berpendapat dibuka. Kartun dapat menjadi penjaga moral yang humoris. Kartunis mempunyai cara yang mencerahkan sendiri dengan karyanya. Kartun adalah aset, kekayaan intelektual yang mengandung nilai historis. 

Banyak Belajar dan Peka agar Tidak Ecek-ecek

Wahyu Kokkang melihat ada banyak kartunis yang mencoba beradaptasi dengan cepat mengikuti jalan jaman. Toni Malakian menanggapi era digital sebagai transisi jaman. Masih konsisten dengan teknik manual dari bolpoin sampai cat air. Manual tradisional dengan teknik tradisional diupayakan ada sinergi dalam pengemasan. Kertas diedit di digital. 

Kondisi pandemi dan kekaryaan kartunis agar tetap survive. Menurut Wahyu Kokkang harus pandai bersiasat secara positif. Dasar sebuah siasat ala kartunis adalah terus belajar. Rajin membaca, melihat fenomena dan memperkaya wacana. Hal ini sebagai amunisi. Banyak pengetahuan menjadikan gambar menjadi lebih berisi. Tidak ecek-ecek. Kepekaan sosial, link dan teknik menggambar yang selalu bertumbuh. Jika kurang kuat di teknik visual dapat 'ditutupi' dengan pesan dan kaya humor. 

Proses kreatif bagi Toni Malakian yang saya sebut sebagai 'kartunis rambo'. Berkarya bebas/tanpa afiliasi. Ide berasal dari data pada banyak sumber tidak hanya dari media yang didasari oleh riset untuk memperkuat argumen. Toni adalah representasi dari kartunis merdeka. Berkarya bebas dan bebas berkarya. 

Garis Mlenuk bertemu Garis Keras 


Bagi Wahyu Kokkang sebagai kartunis editorial secara berkala membutuhkan kontemplasi khusus yang seiring dengan 'amunisi' yang dimiliki. Penokohan bagi kartunis menjadi trademark dan branding personal berbasis kekaryaan (Tokoh suami, isti dan anak). Membawa kondisi global ke lokal, dari problem negara dibawa ke problem keluarga. 

Lain dengan Toni Malakian yang lebih mengacu pada skets fenomena tanpa terikat dengan penokohan (ikon tertentu). Sehingga berpengaruh pada mood yang kadang tidak stabil. Mood berpengaruh pada garis yang dihasilkan. Walau dikatakan orang sebagai kartunis yang tidak konsisten berkarya, namun bagi Toni yang penting fokus pada sisi aktual peristiwa tanpa menghilangkan goresan garis khas Toni Malakian. 

No Sara No Saru 
Untuk membuat kartun opini itu seperti apa? agar tidak menjadi fitnah. Proses kreatif Wahyu selalu membentengi dir dengan moral dan ada batasan yang tidak boleh dilewati: tidak SARA dan tidak SARU. Yang penting aman, mengena dan mudah dipahami oleh orang lain. Dengan cara ini terbukti bisa dinikmati oleh banyak orang dari berbagai latar belakang. Artinya ada penekanan pada sisi universalitas. Mengingat Wahyu berkarya di media massa atau media publik. 

Jawa Pos pernah tidak terbit sehari gara-gara digeruduk ormas tertentu akibat kartun. Itu terjadi tahun 2000-an, ketika pemerintahan Presiden Gus Dur. Sebuah kartun tentang PBNU yang melarang Gus Dus untuk tidak asal omong. Gambar itu ternyata bisa membuat gempar. Ada 7-11 truk yang melakukan sabotase agar aktivitas penerbitan berhenti. Lain cerita ketika goresan usil Wahyu mengkritik parpol mengalami intimidasi sampai teror dalam berbagai hal. Itu konsekuensi seorang kartunis editorial dan sebagai bagian dari pekerjaan kekaryaan. 

Toni Malakian lebih kenyang menghadapi ancaman di media sosial gara-gara gambarnya. Dan bagi Toni itu adalah hal biasa. Ada imbas yang terjadi. Terlebih ketika membuat kartun yang berisi kritik pada ormas tertentu. Ada pengalaman sabotase pembatalan acara yang dihadiri oleh Toni Malakian. Terkait isu Papua, Toni pernah menjadi daftar pantau. Berkarya tidak sepenuhnya bebas karena penerimaan setiap orang berbeda. Intimidasi secara psikis kerap dialami oleh Toni dan dianggap sebagai ancaman selama tidak sampai menyakiti fisik bagi Toni sebagai bagian dari berkarya. Sebagai seniman mempunyai kebebasan berekspresi. 

Cita Rasa tidak Bisa Tergantikan 
Meskipun banyak aplikasi yang bisa mengubah apapun jadi kartun. Tapi unsur sentuhan manusia masih sulit tergantikan. Karena ada sentuhan khusus yang bersifat personal sebagai ciri khas. Terkait dengan siasat banyak cara yang dilakukan dengan mencari pasar yang membayar tinggi yang didasari oleh hubungan baik. Era digital seorang kartunis perlu menabung karya. Tidak boleh menghambur-hamburkan karya (posting) di media sosial. Bagi Wahyu yang merasa kurang dalam skill drawing disiasati dengan kemampuan marketing dan berjejaring. Program Markibar (Mari Kita Menggambar) dilakukan oleh Wahyu ke berbagai sekolah-sekolah dengan datang sebagai pribadi. Semangat berbagi perlu dilakukan oleh kartunis di era digital, dapat berujung pada getok tular yang merambah dan penguatan jejaring. 

Aplikasi instan gambar bagi Toni Malakian bersifat musiman.  Aplikasi apapun tidak berpengaruh pada finansial karena ada beberapa poin yang orang suka pada selera tertentu. Kualitas di bidang konten dan grafis berupaya mengembangkan diri dengan memasuki banyak ranah. Dari kartun sampai sketsa. Aplikasi tidak bisa menghadirkan emosi yang khas walaupun dapat proses secara cepat. Karya personal walau agak lama dan kadang tergantung mood namun mempunyai nilai lebih. Oleh karena itu perlunya kita meningkatkan kualitas karya. 

Zoom Graphic Recording: Prospek Baru di Era Pandemi 


Kiat mengembangkan jaringan menurut Toni Malakian. Bahwa tidak selamanya kartunis berada di belakang meja. Harus adaptasi dan terus berusaha berkembang. Masuk dan bergabung dengan ragam komunitas dapat dengan mudah menangkap isu dan kepekaan sosial. Hal ini sama dengan yang dilakukan oleh Wahyu dengan berkomunitas itu nambah teman dan wacana baru dari jaringan sampai teknik. Tidak hanya satu komunitas tapi lintas komunitas. Khusus untuk dunia digital di era pandemi, yang bisa dilakukan oleh kartunis adalah menjadi notulen rapat dengan bahasa gambar (berhasil dengan tarif yang fantastis dan berkesinambungan). Perlu kemampuan menggambar cepat, cermat, paham isu dan simpulan yang menarik.  Tidak perlu risau di masa digital banyak cara agar kita berkarya dengan lebih baik dan menghasilkan. 

Managemen mood bagi kartunis. Wahyu Kokkang adalah kartunis yang tidak percaya mood. Mood itu diciptakan bukan ditunggu. Mood harus diciptakan dengan memegang kendali diri. Bagi Toni Malakian mood itu bisa diciptakan kapan pun, ketika susah untuk membangunnya. Toni biasanya corat coret iseng. Setelah itu akan terbangun mood menggambar. Khusus untuk emosi yang kadang tidak stabil, luangkan waktu sejenak untuk baca-baca, nonton, jalan-jalan dan bikin sketsa. Setelah itu mood akan keluar dengan sendirinya. Pandemi di era digital yang penting terus belajar dan berkarya. Kartunis tidak hanya melulu masalah teknis menggambar tapi open mind dengan bertemu banyak orang adalah bagian dari proses berkarya. Jawa Timur Pilar Indonesia, Kartunis Pilar Kemanusiaan. 


 



Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "Kartun Indonesia Bersiasat di Era Digital: Webinar Duet Dua Kartunis Juos "

Post a Comment