COVID-19 adalah ujian pada awal tahun 2020 yang menimbulkan ketidakpastian, cemas, rasa was- was dan ketakutan. Mengubah banyak kehidupan. Kegiatan belajar mengajar di sekolah dan kampus diliburkan. Berganti menjadi Kegiatan Belajar Mengajar (KBM) secara vitual. Pemerintah menormalisasi televisi nasional (TVRI) sebagai sarana pembelajaran jarak jauh. Seminar dan kegiatan perkuliahan dilakukan melalui webinar. Aktivitas di pusat perkantoran mendadak lengang. Termasuk kehidupan berkeluarga. Pandemi membawa berkah pada kedekatan antar anggota keluarga. Di sisi lain pandemi menyebabkan tumbangnya perekonomian keluarga.
Seruan di rumah saja bukan anjuran tanpa sebab. Minimal mengurangi dampak dan penyebaran virus. Itulah mengapa untuk kita kerja dari rumah, belajar dari rumah dan beribadah di rumah. Beberapa Masjid meminimalisir kerumunan, meniadakan sholat berjamaah dan sholat Jumat. Demikian pula Gereja berlaku kebaktian via live streaming. Mendadak orang tua menjadi guru pelajaran di rumah masing-masing. Berusaha tulus ikhlas mengajar walaupun tidak sedikit yang sambil menahan emosi. Tugas sekolah dan kegiatan belajar mengajar dilakukan dengan memanfaatkan media daring. Para siswa yang ketika aktif sekolah ingin libur, ketika pandemi mereka justru merindukan suasana belajar di kelas. Belajar dengan orang tua tidak seperti ketika belajar dalam kelas bersama teman-teman bermain. Anak-anak juga mengalami kejenuhan karena turut dirumahkan. Orang tua berpikir keras untuk menjadi guru dengan segala keterbatasan yang dimiliki. Stess di masa krisis dengan peran gandanya. Bahkan orang tua yang bekerja menjadi guru pun kesulitan ketika mengajar dan berhadapan dengan buah hatinya sendiri.
Beruntung mereka yang setiap hari bisa bertemu dan berkumpul bersama keluarga. Tabah dan bersabarlah bagi siapa pun keluarga yang menjalankan hubungan jarak jauh. Tenang ada teknologi yang saat ini bisa mendekatkan yang jauh tapi justru juga menjauhkan yang dekat. Membuat anak kecil rewel karena kehabisan kuota atau paket data. Itulah keluarga milenial.
Cara bertahan mengadapi dan 'menikmati' pandemi dengan cara santai adalah dari keluarga. Ketahanan keluarga itu yang utama. Apa itu ketahanan keluarga? Keluarga yang tangguh, interaktif, partisipasi aktif dan dialogis. Itu intinya. Dilansir dari BNPB Indonesia berikut adalah beberapa hal yang berkaitan dengan ketahanan keluarga terdiri dari: Apresiasi, Komunikasi Mendalam, Waktu Bersama, Komitmen, Kesejahteraan Spiritual, dan Manajemen Stess dan Krisis.
Apresiasi adalah Memberikan penghargaan terhadap apa yang orang lain lakukan. Komunikasi Mendalam dengan membiasakan saling bercerita sehingga tercapai komunikasi yang mendalam dan bermakna. Waktu Bersama adalah kebersamaan, bukan hanya kualitas kebersamaan, yang juga penting adalah kualitas atau seringnya kebersamaan. Komitmen adalah keputusan untuk menganggap keluarga sebagai urusan yang penting dan utama dalam hidup. Kesejahteraan Spiritual itu membangun keluarga berdasar nilai kebersamaan yang tumbuh dari agama dan budaya dan Manajemen Stress dan Krisis.
Semua unsur dari ketahanan keluarga tidak bisa berdiri sendiri. Terlebih di saat krisis akibat pandemi. Ekonomi anjlok dan keterbatasan gerak menyebabkan stress. Terlebih dalam kehidupan berumah tangga. Pandemi adalah ujian nyata dalam keharmonisan keluarga. Terkait pandemi dan perceraian, sebagaimana fenomena di Brebes ketika pandemi Covid-19 perceraian mencapai 3.513 kasus karena faktor ekonomi dari total lima ribu tujuh ratus sembilan sidang putusan. Jumlah tersebut dihitung selama periode maret 2020 hingga februari 2021 atau selama masa pandemi Covid-19. Faktor perekonomian dan hadirnya orang ketiga menjadi penyebab perceraian.
Secara hukum sengketa pernikahan diselesaikan melalui mekanisme yang berlaku. Ada Kemenang yang memegang masalah pengadilan agama. Kasus di lapagan Kemenag tidak memegang data tentang potensi konflik sosial dalam keluarga (keluarga yang telah bercerai). Pengadilan agama sebelumnya hanya pada sengketa perkawinan (proses cerai, talak dan rujuk) hendaknya dimasukan dalam masalah pasca cerai yang dapat menjadi kerawanan tersendiri bagi masalah perempuan dan anak. Status anak setelah cerai terutama pada pernikahan siri (pernikahan agama) yang tidak mempunyai legalitas yang jelas (tidak ada buku otentik dalam bentuk buku nikah) sehingga bermasalah dalam hal waris dan masalah harta gono gini. Nikah agama membawa dampak pada aspek legalitas yang dikemudian hari dapat menimbulkan stress jika terjadi sesuatu.
Covid-19 dapat menyerang siapa saja. Tidak memilih siapa yang akan diserang. Bahkan tenaga medis dan orang yang telah divaksin pun dapat terjangkit virus yang mematikan ini. Intinya adalah bagaimana kemampuan mengatur stres dan krisis yang efektif akan meningkatkan imunitas pada tubuh. Keluarga adalah kunci awal menuju pribadi yang sehat lahir batin dan awal menuju herd immunity.
Itulah enam hal yang dibutuhkan untuk menciptakan keluarga yang ceria, santuy dan tangguh. Keluarga yang senantiasa membuat para pencari nafkah untuk kangen untuk selalu pulang atau meluangkan waktu dengan sepenuh hati video call. Kangen terobati dan produktivitas makin meninggi. Keluarga dan agama menjadi dua hal yang tidak terpisah. Ibu adalah madrasah pertama bagi anak-anaknya. Peran perempuan menjadi hal yang penting dan penopang kiprah bapak yang menjadi imam dalam keluarga. Organisasi perempuan dalam membangun herd immunity sebagai penggerak dalam ketahanan keluarga termasuk kiprah nyata dari Aisyiyah.
Spirit keagamaan selama 95 tahun yang disuarakan oleh Aisyiyah dikutip dari https://www.aisyiyah.or.id bahwa Dakwah 'Aisyiyah berlandaskan spirit al-Maun dengan nilai-nilai Islam berkemajuan untuk memperkokoh gerakan dalam berbagai bidang berbasis keluarga dan masyarakat melalui Gerakan Keluarga Sakinah dan Qaryah Thayyibah. Selain itu, Kemampuan berjejaring dengan mempertimbangkan isu dan kebutuhan daerah secara kontekstual dan strategis. Al Ma’un berarti bantuan penting atau hal-hal yang berguna.
Faktor perlindungan perempuan dan anak adalah karena perempuan dan anak paling rentan, perempuan dan anak sebagai agen perdamaian dan faktor regenerasi. Pencegahan (peningkatan kesadaran, peran, sosialisasi, pelatihan dan peningkatan kapasitas lintas lembaga dan lintas sektoral dalam pencegahan termasuk penyediaan ruang publik terbuka hijau kota untuk perempuan dan anak di daerah rawan konflik). Penanganan (aksesibilitas dan kualitas layanan -pelayanan langsung, bantuan dasar dan perbaikan fasilitas). Pemberdayaan Perempuan – Partisipasi Anak (Proses reintegrasi termasuk kemandirian perempuan dan partisipasi anak dalam pemahaman untuk hidup harmonis dan toleran). Anak diharapkan menjadi agen perubahan sesama anak (peer to peer).
Untuk itu dibutuhkan narasi positif yang berawal dari keluarga. Keluaga harus bijak dalam bermedia sosial Peran selama ini lebih pada bidang pencegahan kerena tugas sebagai komunikasi publik yang lebih banyak pada sosialisasi dan edukasi. Pembuatan narasi-narasi yang bisa membangun citra untuk perempuan, anak dan lansia yang diharapkan pada kepedulian masyarakat pada empat kelompok rentan termasuk meredam potensi terjadinya konflik sosial. Akhir kata, ketahanan keluarga adalah dasar dari perlindungan perempuan dan anak yang sesuai dengan amanat nasional secara inklusif dan efektif. Semoga kita sekeluarga selalu sehat lahir dan batin.
Referensi
https://www.aisyiyah.or.id (diakses pada 13 Oktober 2021)
https://www.roikansoekartun.com/2021/03/keluarga-tangguh-inilah-6-kunci.html (diakses pada 13 Oktober 2021)
https://www.kompas.tv/article/153571/selama-pandemi-angka-perceraian-meningkat (diakses pada 13 Oktober 2021)
#Tulisan ini sebagai bentuk partisipasi dalam Lomba Menulis Esai dalam rangka Milad 95 Tahun Suara ‘Aisyiyah Tahun 2021
0 Response to "Pandemi dan Kunci Keluarga Tangguh Berbasis Spirit Al Ma’un"
Post a Comment