Dunia
pendidikan digemparkan oleh meninggalnya
Ahmad Budi Cahyono. Seorang guru kesenian SMAN 1 Torjun Sampang Madura
setelah dianiaya oleh siswanya sendiri. Mengutip Kompas.com (3/2/2018) kronologi
kejadian berdasarkan olah TKP yang dilakukan oleh Polres Sampang, penganiayaan
bermula saat pelajaran melukis di halaman kelas. Pelaku tidak menghiraukan apa
yang ditugaskan korban, korban kemudian memberi teguran dan menggoreskan cat ke
pipi pelaku. Pelaku tidak terima mengeluarkan kalimat tidak sopan dan
terjadilah kontak fisik. Korban memukul pelaku dengan kertas absen, pelaku
menangkis dan memukul pelipis sebelah kanan korban. Pelaku sempat meminta maaf
kepada korban di kelas. Tragedi terjadi sepulang dari mengajar korban merasa
sakit kepala hingga dilarikan ke rumah sakit dan dinyatakan mengalami mati
batang otak (MBO) hingga akhirnya meninggal dunia.
Jika
kita melakukan perbandingan dengan dunia pendidikan pada masa lalu, terdapat
perbedaan yang menonjol dalam moral pendidikan. Teguran dan hukuman dari guru
oleh generasi masa lampau ditanggapi oleh siswa dan orang tua sebagai bentuk
tindakan kelas yang mendidik. Apapun hukuman yang didapat dari kesalahannya
siswa tetap menaruh hormat kepada guru. Degradasi moral pendidikan terjadi pada
hari ini, saat sebagian siswa yang menganggap guru bukan lagi orang tua kedua
di sekolah. Kasus pengaduan siswa kepada guru sampai berujung jalur kepolisian
semakin marak.
Keberadaan
media berbasis online turut berpengaruh
dalam perubahan pandangan hidup dan perilaku siswa peserta didik dan generasi
muda pada umumnya. Melansir dari hasil penelitian yang dilakukan oleh AsosiasiPenyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) pada tahun 2016 pengguna internet
di tanah air didominasi oleh generasi muda. Media sosial menjadi konten
internet yang paling sering diakses mencapai presentase 97,4 persen. Khusus
kalangan pelajar di Indonesia dengan kelompok usia 10-14 tahun mencapai 100
persen dengan jumlah 768 ribu.
Cuplikan Buku Komik Guru Berdiri Murid Berlari Karya Eko S B (2009) |
Generasi
milenial yang diwakili oleh kids jaman
now menjadi jargon sekaligus representasi dari identitas yang tidak lepas
dari media berbasis online. Ketika media sosial menjadi konsumsi sehari-hari
tanpa adanya filter dan batas yang jelas terhadap paparan berita yang simpang
siur, kontroversi dan ujaran kebencian menjadikan anak dan remaja menjadi pihak
yang rentan.
Keluarga,
sekolah dan masyarakat adalah ruang utama pembentukan karakter dan moral anak
dan remaja. Dinamika jaman mengubah pola asuh keluarga dan pengawasan
masyarakat, Permainan anak tradisional yang mengajarkan sportivitas dan harmoni
dengan alam diganti dengan game dan permainan berbasis daring yang menutup
kesempatan berinteraksi dengan dunia nyata. Permainan pada anak dan remaja
memberikan pengalaman yang ditengarai turut berpengaruh dalam pembentukan
mentalitas.
Sekolah
perlu menggalakan pendidikan karakter dan moral dengan memperhatikan relasi
adaptif pada perkembangan jaman yang sejalan dengan perkembangan mental anak
didik. Perilaku agresif dapat dicegah sedini mungkin dengan melihat karakter,
kondisi psikologis dan lingkungan sosial. Melalui pengendalian perilaku agresif
yang mengedepankan pendidikan moral dan karakter. Dalam kajian antropologi
psikologi terkait dengan pendidikan moral dan karakter, Suzanne Gaskins (2010)
melihat bahwa produksi dan reproduksi budaya dimaknai dan dibangun berdasarkan
pengalaman. Melalui penciptaan lingkungan keluarga, belajar dan sosial yang
baik dan produktif dapat menjadi sarana pengembangan moral usia remaja (adolescene).
Pendidikan
karakter dalam sosialisasi intensif dan partisipatif tentang moral, nilai dan
perilaku memerlukan tindakan nyata sebagai solusi penanganan perilaku agresif
pada anak dan remaja. Pertama, menggalakan kelompok belajar.
Belajar kelompok tidak hanya sebagai variasi cara belajar yang baik, namun
dapat meningkatkan rasa kebersamaan antar peserta didik. Mengikis perilaku
individualis dan melatih persaingan yang sehat. Kedua, jam belajar masyarakat merupakan konsensus yang dapat
digalakan dari lingkungan masyarakat. Diperlukan inisiatif dari segenap
komponen masyarakat untuk mewujudkan lingkungan sosial yang meningkatkan
semangat belajar anak dan remaja. Ketiga,
Prioritas penggunaan gadget. Sebagai pengguna internet yang didukung oleh smartphone mutakhiri, anak
dan remaja perlu diberi kesadaran sejak dini bahwa teknologi mempunyai manfaat
dan resiko. Bermanfaat untuk mendukung proses belajar mengajar dan menambah
wawasan. Pada sisi lain jika penggunaan berlebih dan diluar batas beresiko
mengurangi waktu belajar yang efektif dan menyebabkan timbulnya perilaku
menyimpang. Keempat, penggunaan media
sosial yang mendidik dan membangun. Sebagai konten yang banyak diakses pengguna
internet di tanah air, media sosial diharapkan menjadi sarana penunjang belajar
yang dapat membuka mata anak dan remaja akan perlunya peningkatan kualitas diri
dalam menyambut masa depan yang semakin kompetitif. Karakter dan moral yang
baik menjadi modal mewujudkan generasi muda yang mempunyai kesadaran hidup
harmonis, kompetisi yang sehat dan tidak agresif. ‘I am
good, others are good, relationships are good’. #sahabatkeluarga
*Artikel ini pernah dimuat dalam Rublik Opini Harian Bhirawa 13/02/2018 dengan judul yang sama .
0 Response to "Pendidikan Karakter dan Moral Siswa Era Milenial *"
Post a Comment