Ratno: Soko Guru Regenerasi Kartunis Jawa Tengah

"pertama yg masuk2an kartunnya dimedia  aku. msh ingat Ratno msh sma. klo ke sekertariat secac nunduk. ga brani mandang aku.. stlh knal akrab aku malah pernah di cekik dg gemes.  tp guyon mesra ..salut buat Ratno.. lucu lg honor Ratno blm di bayar suara merdeka.. nemui aku.  boss. aku pinjam uang unt bayar kuliah. nanti klo honor keluar sy bayarv smp bulanan diem aja. sy ga nagih. tp Ratno bilang Bozz. ga ush tak bayar ya. honor sdh habis. hehe...gantian dia yg sy cekik. smpai melet.  kartunis yg berbakat Moel adalah adik Ratno.. karyanya untuk sampul buku ttg lawak Darminto.. waktu BCF2 Moel jg jd pembicara.." 
(Yeha)

Itulah testimoni salah satu kartunis senior Yehana SR, ketika pertama kali bertemu dengan Ratno, kartunis yang merangkap guru Seni Rupa di SMP 17 Semarang. Semua pasti punya pengalaman dan kesan tertentu dengan guru seni rupa. Saat SMP saya diajar guru seni rupa yang seorang perempuan. Kelihatan galak saat memberi tugas menggambar apalagi sudah mendekati masa pengumpulan karya. Lain cerita dengan waktu SMA ada seorang guru seni rupa, namanya Pak Wahyu. Merangkap musisi keyboardist yang menjadi kunci sentral pertunjukan organ tunggal. Ada salah satu tugas yang dari beliau melukis bebas di atas media keramik. Ramai-ramai kita patungan beli keramik putih polos di toko bangunan dekat sekolah. Ketika teman-teman memutuskan menggambar pemandangan atau kaligrafi, saya tampil beda. Merepro lukisan salah satu pelukis maestro Indonesia Afandi yang berjudul Menara Eifel dengan goresan dan pletotal warna yang berusaha saya samakan. Waktu pengumpulan karya di kelas, Pak Wahyu mendekati karya saya dan berujar: "Ajur....tapi apik" sambil manggut-manggut. Guru seni rupa dianggap staf pengajar yang terkategori dalam level menengah ke bawah. Justru dengan adanya seni di sekolah, anak-anak mendapat hiburan ada penghayatan atas penciptaaan karya seni dan membentuk jiwa estetika siswa. 

Pameran Kartun Since Internasional, Solo 2014
Kembali cerita tentang Ratno yang bernama lengkap Suratno. Pertemuan perdana dengan kartunis yang kalem ini saat menghadiri pameran kartun SINCE Internasional di Solo pada tahun 2014. Ratno menyajikan karya dengan media yang berbeda. Kartun batik, ngartun dengan teknik dan media batik. Ada batik dengan motif bergambar sangat kartunal dan tidak ada duanya. Kartun batik anti korupsi begitu saya menyebutnya. Ratno adalah sosok kartunis yang tidak pernah berhenti mengeksplorasi diri antara menjadi guru sekaligus kartunis. Untuk itu di sekolah yang diajar beliau memberikan ekstrakulikuler menggambar kartun. Keprihatinan pada regenerasi kartunis menjadi salah satu latar belakangnya. Hingga pada Borobudur Cartoonist Forum (BCF) II 2018 datang pula sekumpulan anak muda, anak didik Ratno dan telah menjadi peserta lomba kartun Internasional. Misinya ingin menghasilkan kartunis muda yang mendunia. Ratno sendiri aktif berpartisipasi dalam lomba kartun Internasional dan tidak sedikit karyanya yang masuk final bahkan meraih penghargaan seperti baru-baru ini pada lomba kartun di Serbia. 
Pak Guru Masuk Koran 
Pengembangan kartun di Semarang menjadi impian sekaligus yang sedang dilakukan oleh Ratno bersama kartunis lain. Dulu ada Semarang Cartoonis Club (SECAC) dan WAKSEMAR. Era milenial ada komunitas kartunis: Gold Pencil. Wadah baru kartunis di Semarang yang digawangi oleh kartunis kenamaan Semarang diantaranya: Jitet K, dan kawan-kawan. Ratno dengan segala akses yang dipunya dapat menyentuh langsung hati para peserta didik di sekolahnya untuk tertarik dan menekuni dunia kartun. Menjadi kartunis itu pilihan, tapi bisa menjadi pilihan alternatif yang komplementer di tengah aktivitas lainnya. Maju terus Pak Ratno. Semoga target ratusan anak muda yang kelak dapat mengirim karya untuk kontes Internasional dapat terwujud. 

Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "Ratno: Soko Guru Regenerasi Kartunis Jawa Tengah"

Post a Comment