Wawasan Ecoheritage Cagar Budaya Indonesia dari Pintu Air Jagir Surabaya

Jika batang tanaman kita tebang, suatu hari dapat tumbuh kembali selama masih berakar. Berbeda cagar budaya, sekali rusak akan rusak bahkan musnah selamanya. Itulah pentingnya kita harus merawat berbagai cagar budaya yang melimpah di tanah air tercinta. Kebudayaan yang tercerabut dari akar berdampak pada musnahnya sisa peradaban. Tentunya sebagai bangsa yang besar kita tidak ingin kehilangan beragam berbagai budaya bernilai adiluhung tinggi bukan?. Itulah pentingnya merawat dan melestarikan beragam cagar budaya di sekitar kita.


Pintu Air Jagir 
Warga Surabaya dan sekitarnya pasti mengenal pintu air Jagir yang terletak tidak jauh dari stasiun kereta api Wonokromo. Sebuah pintu air yang pada tahun ini genap berusia 96 tahun. Kawasan ini menjadi saksi sejarah tumbuh kembang sebuah wilayah. Kebetulan saya suka memancing di sekitaran pintu air tersebut. Bertemu dengan para pemancing senior, asli arek Suroboyo yang menceritakan berbagai perubahan yang terjadi, tidak hanya masalah perkotaan tapi ekologi di sekitar pintu air. "Dulu tahun 80-an kawasan ini masih banyak ilalang, dan kedalaman sungai bikin ngeri orang yang memancing di bantarannya. Sampah tidak terlalu banyak. Bangunan pintu air tidak banyak berubah hanya sesekali di cat dan diberi lampu tambahan" Ujar pemancing yang mengaku asli daerah Dinoyo Surabaya yang kebetulan malam itu sedang memancing udang Conggah.


Penahan Air dan Sampah Warga
Sungai Jagir merupakan salah satu sungai besar yang melintasi wilayah Kota Surabaya. Sungai yang menjadi bahan baku untuk perusahaan Jasa Tirta yang terletak di utara pintu air. Tidak salah kawasan  itu dinamakan Jalan Penjernihan. Air yang berasal dari sungai diolah sedemikian rupa agar layak untuk dipakai kembali. Apakah layak konsumsi? Jika hanya sekadar untuk mandi dan mencuci tidak masalah, bukan untuk diminum. Melalui aktivitas memancing liar di Kali Jagir Saya mengamati sepanjang aliran berbagai sampah berdatangan dari arah barat. Tugas berat dari pintu air karena tidak hanya menahan aliran air, harus menahan sampah yang datang bertubi-tubi. Tidak jarang selain dilakukan peremajaan dalam pengecatan tembok pintu air, saya pernah melihat aktivitas perbaikan pintu air khususnya pada sistem buka tutupnya.


Riwayat dan Catatan Sejarah 


"Pintu Air Jagir (1923) sebagai lokasi pacekan, tempat bersauhnya Tentara Tar-tar yang akan menyerang Kediri pada tahun 1293" begitu bunyi papan keterangan cagar budaya di sebelah utara pintu air. Bangunan kuno yang masih berdiri kokoh, megah dan masih terawat dengan baik ini, telah ditetapkan sebagai bangunan cagar budaya sesuai Surat Keputusan (SK) Walikota Surabaya Nomor 188.45/004/402.1.04/1998 dengan nomor urut 54. Apakah cagar budaya itu? cagar budaya adalah warisan budaya bersifat kebendaan berupa benda cagar budaya, bangunan budaya, struktur cagar budaya, situs cagar budaya, dan kawasan cagar budaya di darat dan/atau di air yang perlu dilestarikan keberadaannya karena memiliki nilai penting bagi sejarah, ilmu pengetahuan, pendidikan, agama dan/atau kebudayaan melalui proses penetapan. SK Walikota Surabaya yang terpasang di sekitar pintu air Jagir adalah dasar hukum penguatan dan penetapan cagar budaya bagi kawasan yang menjadi titik awal aliran kali londho ini.

Tembok Kokoh Tak Tertandingi
Secara historis, sungai ini merupakan sungai buatan pemerintah kolonial Belanda untuk memotong aliran air Kalimas yang merupakan anak dari Sungai Brantas. Tujuannya mencegah banjir di kawasan kota, dipotonglah aliran Kalimas yang menuju ke muara utara Surabaya ditambah aliran baru menuju muara timur Surabaya. Itulah sebabnya sungai yang mengalir ke timur muara Surabaya ini di sebut Kali Londho (sungai buatan Belanda). Guna pengaturan debit air dan mencegah intrusi air laut menuju percabangan Kali Mas pada tahun 1917 Belanda membuat Pintu Air Jagir.

Masa klasik daerah sekitar  Pintu Air Jagir ini dikenal dengan nama Desa Pacekan. Desa Pacekan yang berada di sebelah Wonokromo, pada abad 9 merupakan pantai Surabaya yang ramai sehingga nama Desa Pacekan tercantum dalam Kitab Negarakertagama.  Geger di tanah Jawa melibatkan wilayah ini. Kerajaan Mongolia akan menyerang Kertanegara pada tahun 1293 M, di sekitar pintu air inilah kapal-kapal perang prajurit Tar-Tar bersauh (ditambatkan) sebelum menghancurkan Kerajaan Kediri. Diperkirakan pasukan Tar-Tar tersebut merupakan satu pasukan di bawah pimpinan Ike Mese yang mendapat mandat untuk melakukan penyerangan dari jurusan timur.


Pengalih Air untuk Bahan Baku Air Minum

Masa kolonial, wajah Jagir berubah. Dibangun oleh pemerintah kolonial Belanda pada tahun 1917, dan pengerjaannya ditangani oleh seorang arsitek Belanda, GC Citroen. Bangunan ini tidak hanya sekadar pintu air, namun menjadi salah satu ikon kota yang memberi banyak pelajaran hidup pada generasi sekarang pentingnya harmoni antara manusia dengan alam sekitar. Tantangan yang dihadapi dalam pelestarian cagar budaya tidak hanya bersifat natural misalnya kerusakan alam, namun ada aspek kultural dan struktural. Secara struktural negara hadir dalam upaya pelestarian cagar budaya Indonesia melalui Ditjen Kebudayaan Kemendikbud berupaya menyelenggarakan perumusan dan pelaksanaan kebijakan di bidang kebudayaan, seperti kesenian, tradisi, sejarah, cagar budaya, permuseuman, dan warisan budaya.



Rantai Penarik Pintu Air 


Aspek kultural meliputi perilaku vandalisme yang berhubungan dengan aktualisasi diri dan aspek struktural dalam bentuk kebijakan yang kurang menghargai keberlangsungan cagar budaya (unsympathetic development). Partisipasi dan pengolahan cagar budaya melalui beberapa proses. Partisipasi terdiri dari proses identifikasi, intepretasi dan manajemen. Pengolahan secara terpadu dan profesional penting agar cagar dapat dikenal (recognized), dilestarikan (conserved) dan dijaga (safe guard) tidak hanya oleh instansi terkait, namun oleh seluruh aspek masyarakat. 

Penertiban Bangunan Liar 
Sebelum ditertibkan pada agustus 2016, area di sekitar pintu air dikenal sebagai kawasan nakal. Praktik prostitusi di sepanjang bantaran utara sungai. Terdapat satu gang yang menawarkan hiburan bagi lelaki hidung belang. Semakin malam, semakin ramai oleh musik yang membahana. Siang pun praktik dalam rumah bedeng bertingkat dari kayu juga berlangsung. Jika ada kain diselipkan pada sebelah luar menjadi tanda kamar sedang dipakai. Kegiatan ini secara tidak langsung juga memberi cap buruk kepada para pemancing yang kerap mencari ikan di dekat pintu air. Mengingat ada cerita, tidak sedikit lelaki hidung belang yang bermodus membawa alat pancing, sesampai di kali Jagir malah memancing iwak bengesan ('ikan' bergincu) dengan umpan uang lima puluh ribuan. Kini kawasan sekitar pintu air berubah menjadi taman dapat dijadikan wisata alternatif pengganti kunjungan ke tempat perbelanjaan. Apalagi para penghobi mancing malam, ada lampu penerangan jalan umum yang terhampar di sepanjang eks-kawasan nakal bantaran sungai sebelah utara. 



Anggota Tetap Pemancing Kali Jagir 

Pemangku kepentingan (stakeholder) dalam pelestarian cagar budaya terdiri dari pembuat kebijakan, pemerintah lokal, sektor privat/swasta dan komunitas lokal. Melalui pendekatan budaya berbasis kelingkungan masyarakat setempat dapat menjadi garda depan dalam upaya pelestarian  cagar budaya. Pendekatan kultural dapat menggunakan mitos dan kepercayaan lokal masyarakat sekitar bantaran sungai. Percabangan sungai di sekitar pintu air, ke arah timur di sebut kali lanang (laki), cabang ke utara dikenal dengan kali wedok (perempuan). Konon sekitar percabangan, menurut penuturan warga setempat sekaligus kawan mancing saya dihuni oleh beragam makhluk gaib. Tidak hanya sekadar makhluk gaib biasa, namun menjadi penjaga sungai yang siap menenggelamkan siapapun yang bersikap 'kurang ajar'. Itulah kenapa pintu air Jagir terbebas dari tindakan vandal. Sehari-hari kita hanya dapat melihat aktivitas orang memancing, itupun mereka para pemancing bermental baja dan pemancing liar yang teruji daya tahannya. 


Sedekah Kali Jagir 
Upaya pelestarian tidak hanya pada bangunan cagar budaya berupa pintu air Jagir. Warga sebagai komunitas lokal yang hidup dan menempati daerah bantaran sungai secara turun temurun mengadakan Merti Kali Jagir. Kegiatan ini berlangsung pada bulan Desember 2016. Kebetulan saya sedang memancing di sabtu siang yang mendung. Merti Kali Jagir adalah bentuk Kenduren Kali Jagir dilaksanakan dengan melarung tumpeng ke sungai sekaligus melepas beragam bibit ikan lokal. Tumpeng simbol permohonan ampun kepada pencipta kepada siapapun yang bersikap kurang baik dalam interaksi dengan sesama makhluk ciptaan Tuhan. Penebaran benih ikan menjadi momentum untuk menyadarkan bahwa degradasi lingkungan yang tinggi perlu regenarasi secara masif melalui campur tangan manusia. 



Aktivitas Mancingku 
Kehidupan manusia berinteraksi dengan alam secara sinergis. Alam menghidupi manusia dan manusia berupaya untuk menjaga alam. Mekanisme menjaga keharmonisan manusia dengan alam dilakukan dengan ritual-ritual untuk menjaga keseimbangan. Masyarakat bantaran sungai Jagir Surabaya mengadakan upacara larung sungai. larung sungai sebagai mekanisme menjaga keharmonisan manusia dengan alam. 
We Care of Heritage

Akhir kata, semua pihak perlu saling bersinergi dengan memperhatikan nilai-nilai universal dari pelestarian cagar budaya. Tugas tidak hanya dibebankan pada instansi yang menaungi cagar budaya, partisipasi dan upaya aktif masyarakat juga layak digalakan. Semua dapat dimulai dari hal kecil dengan mengenalkan beragam cagar budaya pada anggota keluarga. Menjanjikan rekreasi bentuk baru pada anak-anak ketika musim liburan tiba. Wisata keluarga tidak hanya di mall tapi bisa memilih kesenian, tradisi, sejarah, cagar budaya, museum, dan warisan budaya. Lestari alamku, lestari cagar budayaku, lestari peradabanku. 

Referensi

William Logan, Máiréad Nic Craith, and Ullrich Kockel (Eds) 2016. A Companion to Heritage Studies. Wiley Blackwell companions to anthropology. UK. John Wiley & Sons, Inc.

Rawat Atau Musnah 
#CagarBudayaIndonesia
#KemendikbudxIIDN

Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "Wawasan Ecoheritage Cagar Budaya Indonesia dari Pintu Air Jagir Surabaya"

Post a Comment