Surabaya Menggugat: Catatan Seorang Pembuat Poster Demo

Pasca pilpres 2019 keadaan masih belum pulih. Ada beberapa letupan kecil yang mewarnai perjalanan negeri ini. Protes kecil yang disusul menjadi gelombang demonstrasi menjalar di berbagai sudut negara. Surabaya termasuk salah satunya. Tertanggal 26 September 2019 menjadi demo akbar karena melibatkan berbagai elemen kampus berlokasi di Gedung DPRD Jawa Timur. Agenda yang diangkat dalam demo ini adalah mendesak pemerintah dan DPR membatalkan pengesahan: RUU KUHP, Revisi UU KPK, dan RUU Pemasyarakatan, Selain itu isu yang disampaikan dalam demontrasi yang melibatkan ribuan mahasiswa Surabaya ini adalah menolak dwifungsi aparat, menyelesaikan kebakaran hutan dan lahan dan menolak represifitas aparat atas kemanusiaan di Papua. 

Poster Prapatan Ngagel

Hal yang menarik perhatian saya dalam demontrasi ini adalah poster yang dipajang oleh para demonstran. Poster demo tidak hanya selembar kertas yang ditulis dengan kata-kata seadannya. Benda ini merupakan representasi dari suara hati rakyat maupun pihak yang terwakilkan dalam isu. Pada demo september 2019 ada beragam poster yang mencerminkan wacana hingga pendidikan politik kalangan milenial. Ada ragam poster yang bermuatan kata-kata dari hal yang kocak, lucu bikin baper sampai yang terkesan vulgar. Itulah kreatifitas anak muda dengan beragam keresahannya. Dari bicara korupsi sampai mantan, skripsi dan harga make up. 

Jaman kuliah dulu saya yang tidak berafiliasi dengan organisasi apapun selain Himaprodi dan BSO Teater Fakultas ikut demo hanya pada 21 Mei. Setiap tanggal itu saya bergabung bersama kawan-kawan mahasiswa dari berbagai 'bendera' untuk berdiri tegak, mengepal tangan kiri ke angkasa di depan Gedung Grahadi. Karena tahu saya bisa gambar, beberapa kawan meminta tolong untuk dibuatkan poster sebagai properti aksi demo agar semakin menarik. Berlembar-lembar kertas manila polos putih telah disiapkan, berkaleng-kaleng astro telah dibukakan dan kuas ukuran ganjil menari-nari. Saya membuat posternya beberapa jam sebelum aksi di teras student center yang kini jadi jalanan. Gedungnya telah diratakan dengan tanah, tapi kenangan pernah tinggal dan hidup di kampus masih menacap di sanubari. 

Saya masih ingat siang itu sebelum aksi, dibriefing singkat untuk menyiapkan diri termasuk berbagai properti. "Mas saya harus buat gambar apa?" tanya saya. "Terserah, pokok isu reformasi yang cenderung berjalan di tempat" jawab salah satu peserta aksi dari pejabat BEM yang tentu jam terbang demonya sudah tinggi. Merenung sejenak, dan akhirnya aha...langsung spontan saya mengambil peralatan gambar. Ide yang terpampang di kepala langsung spontan saya pindah ke selembar kertas. Sebuah gambar seorang pria berdasi berbadan agak gemuk yang berlari di atas treadmill. Ekspresi sedih campur letih. Pada salah satu bagian traeadmill saya beri tulisan: Reformasi. Tanpa keterangan apapun gambar sederhana ini telah banyak memberikan gambaran tentang reformasi yang jalan ditempat. Poster itu akhirnya saya pampang di depan grahadi dan sebelum meninggalkan lokasi saya tempatkan di pagar gedung negara yang terletak di Jalan Gub. Suryo tersebut. Walaupun tidak akan bertahan lama, setidaknya ada momen singkat bisa pameran gambar di ruang publik kota secara gratis. 

Ada yang berbeda dengan pola aksi demontrasi mahasiswa era saya dengan era kekinian. Dulu poster kita membuat secara manual. Media seadanya kertas oke, kain bekas spandukpun boleh. Asal bisa dibaca banyak orang. Masa itu yang demonya menggunakan media yang rapi, tercetak dengan menggunakan ukuran poster seragam lengkap beserta papan berkayunya adalah salah satu organisasi yang kerap mengusung khilafah. Apapun isunya, yang penting khilafah orientasinya. Hari ini mahasiswa tidak perlu repot berjibaku belepotan dengan cat astro karena percetakan dapat dilakukan sendiri dan jika mencetak di luar pun harganya relatif murah. Jika pada demo masa lampau, mahasiswa fokus beraksi dalam lagu massa dan orasi. Hari ini jiwa kewirausahaan terpacu dengan menjadikan demo sebagai momen untuk menyalurkan jiwa bisnis. Ada mahasiswa yang berjualan minuman sembari beraksi. Hidup Mahasiswa, Hidup Rakyat ! (Syukur laris daganganku hari ini). 

Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "Surabaya Menggugat: Catatan Seorang Pembuat Poster Demo"

Post a Comment