Negeri Ini Butuh Film Laga Tak Goyang: Review Film Gundala

Jepang punya Dewa Enel
Yunani ada Dewa Zeus
DC punya Flash
Marvel punya Thor
dan
Negeri plus 62 punya Gundala Putra Petir

Diceritakan Sancaka -seperti nama kereta api Jogja-Gubeng Surabaya- hidup di jalanan sejak ditinggal ayah dan ibunya. Menghadapi hidup yang keras, Sancaka belajar untuk bertahan hidup dengan tidak peduli dengan orang lain dan hanya mencoba untuk mendapatkan tempat yang aman bagi dirinya sendiri. Ketika situasi kota semakin tidak aman dan ketidakadilan merajalela di seluruh negeri, Sancaka harus buat keputusan yang berat, tetap hidup di zona amannya, atau keluar sebagai Gundala untuk membela orang-orang yang ditindas.
Simak juga trailer Gundala Putra Petir

Gundala dan Bakul Antena

23 September 2019 sebelum turun layar saya sempatkan nonton film yang digadang-gadang menjadi pioner film superhero tanah air. Film ini adalah adaptasi dari komik "Gundala Putra Petir" karya Harya Suraminata. Tayang perdana pada akhir Agustus 2019 dan saya baru melilhat pada akhir September 2019. Sebelumnya hanya melihat reaksi para penonton. Ada yang awam tentang komik superhero Indonesia sampai ada sejenis kolektor yang ingin nostalgia dengan masa lalu yang penuh fantasi. Kala itu rental komik seramai jajanan dan es kopi kekinian.

Depan Poster

Film yang disutradarai oleh Joko Anwar diproduksi oleh Studio Produksi Bumilangit dan Screenplay. Berdurasi 123 menit dengan aksi baku hantam yang disajikan sejak menit-menit pertama. Ada adegan Sancaka kecil beserta ibunya yang diperankan oleh artis yang sama dalam mini seri Folklore dari HBO berjudul Wewe Gombel. Untuk akting tidak perlu diragukan. Sancaka besar diperankan oleh Abimana Aryasatya -inspirasi untuk nama anak saya yang ada kata Aryasatyarizki- yang bertugas sebagai satpam di percetakan. Ada Mbak Tara Basro yang saat kemunculannya membuat saya terperangah tak berkedip. Kata-katanya yang lugas menjadi greget tersendiri. Tokoh lain diperankan olah Bront Palarae, Muzakki Ramadhan, Lukman Sardi dan Ario Bayu. Menurut saya jika dalam sebuah film ada Lukman Sardi di dalamnya menjadi lebih hidup dan berkarakter. Sebagai pejabat yang mempunyai idealis tinggi untuk berjuang melawan ketidakadilan.
Cerita: Menarik. Akting: Ciamik. Editing: Lumayan. Adegan Baku Hantam: ala Stik Getar

Secara umum film ini dapat menjadi inspirasi sekaligus awal dari kebangkitan dunia superhero Indonesia. Ada kemunculan Sri Asih yang menjadi penanda akan ada film-film sejenis ke depannya. Adegan paling ciamik dan epik menurut saya adalah saat Sancaka naik motor Binter ala Janji Joni melintasi malam mencegah persebaran virus serum amoral. Saya agak kurang nyaman dengan goyangnya kamera saat beberapa kali ada adegan baku hantam. Itu celah kekurangan untuk film yang telah menghabiskan anggaran senilai milyaran rupiah. Eman ae larang-larang tapi pas gelut goyang.
Bonus Pict:

Ilustrasi Karya Bojone Mbak Sal Nut


Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "Negeri Ini Butuh Film Laga Tak Goyang: Review Film Gundala"

Post a Comment