Bandara Halim Perdana Kusuma dan Retroimaji 65

Menara Pantau
Setelah check-out dari Century Hotel yang terletak tidak jauh dari Gelora Bung Karno dan Istora Senayan. Jadwal atas undangan ke Jakarta dari BEKRAF telah usai, saatnya pulang ke timur. Karena ada jadwal kegiatan di Malang. Akhirnya penerbangan saya atur tidak dari Cengkareng tapi dari Halim Perdanakusuma. Inilah penerbangan perdana saya via bandara yang terletak di Jakarta Timur. Masih di Jakarta bukan Banten seperti bandara sebelah. 

Bagian Depan


18 September 2019 menjadi tanggal bersejarah bagi saya karena merupakan penerbangan awal dari bandara Halim Perdanakusuma. Akses menuju bandara ini jika dari Jakarta kota cukup mudah. Atas saran seorang kawan, saya memesan ojek daring. Perjalanan via motor dapat lebih lincah dari kawasan Jakarta yang macetnya parah mak jegreg. Jakarta tanpa macet ibarat film Avengers tanpa kehadiran Ironman. 

Gerbang Jalan Raya 

Ojek motor yang saya naiki melintasi jalanan kota sampai saya melihat legendaris: Tugu Pancoran. Patung yang mengingatkan saya ikut tes LIPI dan menginap di Pejaten. Ada kawan baik yang meminjamkan motor selama saya tinggal di Jakarta. 2010 menjadi tahun penuh kenangan karena bisa bermotor melintas kota Jakarta. Hingga motor melaju sampai arena cawang. Ada Halte Cawang dekat UKI tempat sohib Saudara New Palapa (SNP) chapter Mojoagung mengajar. Tak lama  motor telah sampai bandara yang terletak di kawasan Jakarta Timur. 
Bandar Udara Halim

Menjelang kawasan bandara yang juga masuk dalam kompleks militer dulu AURI yang sekarang dikenal sebagai TNI AU. Suasana pangkalan halim dengan tata bangunan ala kesatrian sudah dapat dilihat sejak gerbang awal.  Entah apa yang merasukiku..ingatan saya langsung membayangkan dengan retroimaji suasana pasca 30 September 1965 di kawasan ini. Jika dari beberapa buku dan hasil riset sejarah yang saya baca tentunya pasca malam jahanam tersebut suasana jakarta timur yang sebelumnya tenang menjadi begitu mencekam. Pergerakan pasukan dari Jakarta Kota menuju pinggiran, patroli militer hingga membayangkan bagaimana engkong babe yang hendak ke kebun harus kembali ke rumah karena gejolak politik yang terjadi saat itu. 


Trooleyman

Saya berjalan dari gerbang tengah di tempat pemberhentian ojol yang terletak tidak jauh dari pintu gerbang parkir. Berjalan menuju ruang keberangkatan pesawat. Melintasi pos penjagaan yang dijaga oleh Bapak-Bapak dari Polisi Militer Angkatan Udara dan Paskhas hingga ada pos pengamanan gabungan: Sinergi antara Polisi dan TNI. Suasana kompleks militer terasa kental berasa di dalamnya. Berbeda dengan Bandara Soekarno Hatta yang memang diperuntukan untuk penerbangan sipil domestik dan internasional. Saya membayangkan ada pesawat tempur atau minimal dapat melihat Pesawat Herkules yang parkir seperti ketika kita berada di bandara Bandung atau Abdurahman Saleh Malang. 

Bersama Penumpang dari Brazil

Tiba di ruang keberangkatan ada prosedur baku yang harus dilewati. Pemeriksaan tiket dan bagasi. Pemeriksaan barang hingga mencopot jam tangan serta ikat pinggang. Sebelum memasuki ruang tunggu. Karena tidak terlalu besar, calon penumpang di bandara ini tidak perlu berjalan jauh. Langsung lurus sudah bertemu ruang tunggu. Ventilasi udara baik, hawa panas Jaktim terasa sejuk ketika memasuki ruang tunggu. Kursi berjajar empuk dengan fasilitas colokan listrik untuk menambah daya ponsel di banyak titik. 

Menuju Runway

"Penumpang Citilink jurusan Malang harap masuk pintu gerbang" ..sayup-sayup suara merdu dari pengeras suara terdengar. Agak kurang jelas, jadi saya menangkapnya penumpang jurusan Pemalang. Setelah beberapa detik saya berpikir keras. Apakah ada bandar udara di Pemalang Jawa Tengah? Karena di Jawa Tengah hanya ada bandara Semarang dan Solo saja. Setelah meyakinkan diri bahwa panggilan tadi adalah untuk penumpang tujuan Malang saya bergegas. Tanya petugas dan benar itu panggilan untuk penumpang Mbak Siti tujuan Bandara Abdurahman Saleh Malang. 


Jare Numpak Pesawat Kok Numpak Bus 

Setelah melalui perjalanan bus selama beberapa saat menuju pesawat yang terparkir di arah timur akhirnya saya bisa masuk pesawat. Walau hati sedikit dongkol karena duduk di kursi berhuruf C yang artinya jauh dari jendela, saya berusaha menikmati penerbangan. Ketika pesawat masih berjalan menuju runway melintasi jalanan yang cukup panjang dengan hamparan parkiran pesawat berbagai tipe dari kecil, menengah sampai jumbo. Dari pesawat militer sampai pesawat jet pribadi. Ada pula kumpulan pesawat tua yang sudah teronggok yang sudah layak masuk museum atau diberdayakan untuk obyek wisata ala warkop airlines. Ngopi dalam pesawat. Akhirnya pesawat memasuki landas pacu, karena berada jauh dari jendela, kindle fire saya keluarkan, earphone saya kenakan dan musik blues various artist saya dengarkan sambil tiduran ayam menikmati hoyak-hayik jalur penerbangan via selatan menuju Malang. 
Bonus Pict:
Sebelum Take of


Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "Bandara Halim Perdana Kusuma dan Retroimaji 65"

Post a Comment