Misi Rahasia di balik Film Racing Extinction

Ketika kita mengunjungi Museum Satwa di Batu tidak sadarkah anda bahwa beberapa hewan yang terpampang mematung di sana telah terancam punah bahkan dinyatakan telah punah. Hari ini tinggal berapa Harimau Jawa, Macan Bali dan Harimau Sumatra yang sering jadi korban penembakan karena dianggap mencari korban di pemukiman. Dulu di pedesaan ketika musim tertentu kita masih menjumpai Trenggiling, Kucing Liar dan Burung Manyar. Sekarang burung yang membuat sarang indah di ujung bambu ini tidak jelas dimana rimbanya. Ketika pola pikir dan pola konsumsi manusia secara ekologis tidak diubah akan hadir berita kepunahan-kepunahan selanjutnya.
Racing Extinction (2015)
Biawak di sawah jadi konsumsi, kulit dan kepala jadi souvenir. Ular Sawah diburu untuk obat kuat. Buaya disamak kulitnya merupakan bukti nyata bagaimana manusia yang dulunya berburu untuk kepentingan diri dan keluarga berupa menjadi kepentingan industri.

Film yang Racing Extinction merupakan film dokumenter investigatif yang menyoroti permasalahan ancaman kepunahan pada ekologi global. Film apik dengan model interaktif ini disutradarai oleh Louie Psihoyos ini menjadi nominasi 1 piala Oscar dan menjadi 6 nominasi penghargaan film lainnya. Sekilas gambarnya saya kira bercerita tentang balapan adu cepat di antara gajah, serigala, macan, burung, katak dan badak. Ternyata cover film sangat merepresentasikan percepatan kepunahan hewan tertentu dengan kerusakan bumi. 

Film ini menceritakan sebuah tim gokil yang secara khusus mengemban misi yang luar biasa, semacam mission imposible. Aktivis dan inovator yang menjalankan misi berani untuk mengamati dan meneliti dengan tujuan untuk menyelamatkan spesies yang terancam punah dari muka bumi. Dari menyusup ke restoran yang punya sajian ikan yang dilindungi sampai membuat media kampanye dalam bentuk multimedia yang dapat memupuk kesadaran akan bahaya kepunahan secara sensori.

Manuk Gawe Sumur 
Masa kecil saya masih banyak menemukan fenomena alami dalam siklus ekologis yang baik. Ada kerumunan burung Manyar yang membangun sarang lalu beranak pinak di rimbunan bambu timur rumah. Ada berbagai sarang burung di pepohonan sepanjang pematang sawah. Di sungai air masih bagus dan ikan melimpah. Musim apapun selama air masih mengalir ada ragam ikan dan makhluk air lainnya yang bisa jadi lauk dan bukti ketahanan pangan masyarakat desa. Ada fenomena yang tidak terlupakan saat melihat kerumunan burung yang terbang berkelompok. Orang desa menyebut sebagai manuk gawe sumur (burung pembuat sumur). Terbang melintas hanya menjelang musim penghujan tiba terbang meliuk kadang berubah bentuk seperti tabung. Mungkin itu alasan disebut sebagai pembuat sumur tanda sumber air di musim penghujan akan datang. Kini burung ini entah tak tahu kemana rimbanya kecuali di belahan dunia lain seperti foto karya Daniel Biber di atas. Hanya tinggal kenangan untuk diceritakan kepada anak cucu bahwa masa kecil dulu pernah masuk ke dalam riuhnya manuk gawe sumur yang terbang merendah di lapangan sepak bola timur dusun. Isinya ratusan mungkin ribuan burung kecil yang berisik.

Film Racing Extinction mengajarkan pada kita bahwa bahaya kepunahan tidak hanya membahayakan kelangsungan hidup makhluk yang bersangkutan tapi secara global dan keseimbangan ekologis bisa berubah. Semoga ada gerakan seperti ini di tanah air secara mandiri, kreatif dan investigatif. []

Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "Misi Rahasia di balik Film Racing Extinction "

Post a Comment