Bertani Tanpa Sawah dari Rumah

Rumah Hidroponik di Eco Green Park Batu (Dokumentasi Pribadi)


Sektor pertanian merupakan tumpuan harapan dalam upaya menjaga ketahanan pangan, penyediaan kesempatan kerja, sumber pendapatan, penyumbang devisa, dan pertumbuhan ekonomi nasional. Tahun 90-an, dari pesawat televisi ada peresmian lahan pertanian di daerah baru, panennya pejabat sampai kuis cerdas cermat klompencapir.

Romantisme petani masa lampau. Itu semua tidak sebanding dengan peluh dan pilu petani yang mengerjakan semua proses sendiri, di tengah berbagai permasalahan yang terjadi karena perubahan jaman. Harga panen yang jatuh, sulitnya regenarasi petani, ancaman alih fungsi lahan pertanian, kesulitan mendapatkan pupuk dan ekspansi pengembang properti maupun spekulan tanah yang akan membuat perumahan di area pertanian yang berada di kawasan pinggiran kota.

Pernahkah anda merasakan bagaimana nikmatnya memanen dan menikmati hasil kebun sendiri?. Saya besar di desa dan merasakan sendiri bagaimana proses bertani khusunya padi. Dari proses penanaman benih, perawatan padi, menjaga dari serangan hama sampai terlibat ketika panen. Semuanya tidak mudah. Belum lagi harga komoditi pasca panen yang terkadang kurang bersahabat. 

Saat ini tren hidup sehat mendorong masyarakat termasuk yang tinggal di perkotaan untuk menanam bahan makanan sendiri. Sayur mayur mandiri seperti tomat, selada, kol, timur dan cabai ada pula caisin, kangkung dan bayam. Urban farming adalah salah satu solusinya. 

Jadi tidak ada halangan orang kota bisa berkebun seperti layaknya orang desa. Saya pernah mendengar sebuah ungkapan salah satu kunci panjang umur adalah rajin berkebun dan selalu tersenyum. Berkebun dengan tersenyum adalah kombinasi menikmati hidup yang paling tepat.

Tanah pekarangan yang dapat ditemukan di desa adalah investasi. Investasi untuk anak cucu di masa mendatang. Tanah pekarang juga representasi dari upaya ketahanan pangan sektor rumah tangga pedesaan berbasis kearifan lokal. Tidak akan dibiarkan terbengkalai namun dimanfaatkan untuk menanam komoditas penopang pangan keluarga seperti sukun, pisang, kelapa, pelawija, ketela sampai durian.

Lantas bagaimana dengan orang kota yang kurang bahkan tidak punya lahan kosong? Urban farming adalah satu solusi yang dapat diterapkan dengan memanfaatkan lahan kosong sesempit apapun menjadi pertanian organik. Asal ada sirkulasi dan pencahayaan yang cukup bertanam di gang sempit pun bisa dengan pola vertikal. 

Mengapa harus organik? Bukankah badan sehat berawal dari makanan yang sehat pula. Sesuatu yang menyehatkan berasal dari yang serba alami. Itulah urgensi dari pengembangan pertanian organik. 

Pertanian organik memiliki prospek ekonomi dan sumber daya alam yang menjanjikan dalam jangka panjang.  Input produksi pada pertanian organik lebih besar dan output pertanian organik pun lebih kecil dari pertanian konvensional, akan tetapi akses pasar dan harga jual hasil produksi pertanian organik lebih tinggi dibandingkan dengan pertanian konvensional (Widiarta 2011).

Pertanian organik menjadi salah satu jalan untuk meningkatkan kesejahteraan petani namun praktiknya upaya tersebut masih menghadapi beberapa kendala. Pertama, petani belum banyak yang beminat untuk bertani organik akibat masih belum jelasnya pasar produk pertanian organik, termasuk premium harga yang diperoleh. Kedua, kurangnya pemahaman para petani terhadap sistem pertanian organik. Ketiga, organisasi di tingkat petani yang merupakan kunci penting dalam budidaya pertanian organik belum berfungsi maksimal.

Hal ini terkait dengan masalah penyuluhan dan sertifikasi. Agribisnis produk organik di tingkat petani kecil akan sulit diwujudkan tanpa dukungan organisasi petani. Keempat, kemitraan petani dan pengusaha, upaya membentuk hubungan kemitraan antara petani dan pengusaha masih belum memberikan hasil seperti yang diharapkan petani. Kemitraan antara petani dan pengusaha merupakan salah satu kunci sukses dalam pengembangan produk pertanian organik.

Pertanian organik merupakan suatu langkah alternatif yang dikembangkan baik oleh berbagai pihak sebagai gerakan ketahanan pangan, konservasi sumberdaya dan penyelamatan lingkungan. Pertanian organik modern dibutuhkan teknologi bercocok tanam, penyediaan pupuk organik, pengendalian hama dan penyakit menggunakan agen hayati atau mikroba serta manajemen yang baik untuk kesuksesannya.
Lantas apakah tanaman produktif dapat dikembangkan dari sektor rumah tangga?. Tentu saja bisa. Saya pernah berkunjung ke Kampung Organik Brenjong. Terletak di lereng Gunung Penanggungan Trawas Mojokerto Jawa Timur. Ada green house tempat bibit tanaman disemai dibesarkan hingga disiapkan dengan pengawasan intensif untuk menjaga kualitas dan tidak mengecewakan pasar. Ada supermarket terkemuka dan restoran di Surabaya yang selalu menjadi konsumen setia sayuran organik dari Komunitas Brenjonk.

Kampung Organik Brenjonk telah sukses membina 18 Desa di daerah Kecamatan Trawas, Komunitas Brenjonk memiliki peran dalam meningkatkan ekonomi dari lingkungan terkecil, yakni keluarga. Komunitas ini didirikan oleh  Slamet (Cak Med) pada tahun 2003 berupaya menerapkan sistem budidaya pertanian organik. Hal ini didasari oleh motivasi untuk mewujudkan pola hidup sehat yang menjadi dambaan keluarga karena kesehatan merupakan investasi untuk generasi yang akan datang.

Selain itu, Komunitas Brenjonk, juga melayani aneka paket wisata edukasi pertanian organik, disamping juga melakukan pemasaran produk dan jasa dari apa yang diusahakan oleh penduduk setempat. Melalui rumah sayur organik skala keluarga yang menjadi salah satu solusi penyediaan sayur sehat untuk setiap keluarga. Pertanian organik skala keluarga dapat secara praktis dan efektif mengatasi sampah rumah tangga. 

Sejahtera, mandiri dan sehat menjadi prinsip dasar Komunitas Brenjonk. Komunitas ini mendampingi penduduk membangun rumah-rumah sayur organik (RSO) berskala keluarga sekitar 117 RSO dengan ukuran 5 x 10 m2. Keberadaan rumah sayur organik membawa hasil bagi masyarakat dari hasil penjualan panen. Kualitas sayur organik yang baik dan lebih sehat menjadikan produk pertanian organik anggota Komunitas Brenjonk cukup diminati. Tidak hanya skala rumah tangga, namun konsumen yang berskala lebih besar seperti supermarket. Adapun produk pertanian yang ditanam diantaranya sayur bayam merah, tomat, bayam hijau, lettuce, terong, kubis, kacang panjang, caisim, seledri, dan pak coy. Selain sayur, Komunitas Brenjonk juga memasarkan aneka keripik hasil olahan, kemudian madu, buah lokal dan aneka beras. 

Belajar dari apa yang telah dilakukan Komunitas Brenjonk dapat diterapkan juga lingkungan tempat tinggal perkotaan. Harapan jangka pendeknya bisa memunculkan kesadaran lingkungan hidup masyarakat, jangka panjangnya pemberdayaan masyarakat kota dari sektor rumah tangga dengan menjadi petani organik.

Pilih Organik atau hidroponik? sebagai perbandingan organik hanya puluhan ribu sementara untuk pembuatan instalasi hidroponik dari jutaan sampai puluhan juta rupiah. Melalui penanaman sayur secara konvensional dalam perawatan rutin berkala setiap hari setidaknya 30 menit. Harapannya dapat mewujudkan kemandirian budidaya organik di lingkungan keluarga selain itu terkait sampah rumah tangga dan sampah lingkungan dapat diolah menjadi sayur organik yang murah, sehat dan aman untuk dikonsumsi.

Beberapa pusat perbelanjaan di kota besar menyediakan tempat khusus untuk sayur mayur yang dihasilkan dari pertanian organik maupun hidroponik. Terlihat lebih segar, sehat, harum, dan terbersit keceriaan petaninya. Lantas bagaimana upaya local employment programs sebagai upaya pemberdayaan ekonomi lokal seperti yang pernah dikaji oleh Eversole (2015). Pemberdayaan ekonomi meliputi lingkup regional dan lokal. Jika dua lingkup ini berhasil dan terlaksana dengan optimal maka harapan untuk kemajuan pertanian nasional dapat terwujud.

Bagaimana dengan regenerasi petani saat ini? Apakah sarjana jurusan pertanian mau bergumul lumpur di sawah? Adakah kebijakan yang tegas terkait pencegahan alih fungsi lahan pertanian di kawasan pinggiran kota?. Semua pertanyaan itu sampai sekarang menjadi tanda tanya besar bagi kita. Kita memang berada dan bekerja di kota, maka bertani di kota merupakan pemberdayaan yang berbasis lokal dan upaya pengembangan ketahanan sayur mayur dalam lingkup rumah tangga, merambah sampai level komunitas. Minimal membuat kebun kecil dengan polibag. Mengolah sampah organik menjadi bahan baru yang berguna untuk unsur hara. Lingkungan yang hijau tidak hanya menenangkan tapi bisa menghasilkan. Berkebun dan bertani organiklah agar hidup kita lebih 'hijau' yang sehat pada tubuh, jiwa dan alammu. Keluarga Sehat dengan sumber alami pangan lestari. []

Tulisan ini diikutsertakan dalam Lomba Agriwriting Competition 2020






Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "Bertani Tanpa Sawah dari Rumah"

Post a Comment