Desa dan petani dua hal yang tidak terpisahkan. Masa Pandemi COVID-19 orang mengalami kehidupan yang menurun secara drastis. Karyawan tidak bekerja, pengangguran bertambah dan penghidupan pertanian makin merana. Badan Pangan Dunia (Food and Agriculture Organitization/FAO) bahkan memproyeksikan krisis pangan melanda dunia karena virus Covid-19 belum berakhir.
Bagaimana dengan Indonesia?. Negeri yang kaya sumber daya, sinar matahari melimpah dan tanah yang subur tentu jauh dari kata bahaya kelaparan dan krisis pangan. Menurut saya hal tersebut hanya sebatas wacana karena kenyataan di lapangan produktivitas dan perekonomian petani terpuruk tidak hanya karena pandemi.
Sawah Punya Bapak di Kampung (Dokumentasi Pribadi) |
Terlepas dari pandemi global, sebenarnya dunia pertanian sedang mengalami ancaman kekurangan pangan. Perbandingan yang tidak sebanding antara produksi dengan konsumsi. Lahan yang mulai menyempit, alih fungsi lahan, cuaca yang tidak bisa diprediksi, degradasi lingkungan menjadikan daya dukung pada pertanian semakin hari semakin berkurang. Negara yang kuat bergantung pada ketersediaan pangan yang melimpah.
Ketahanan pangan mutlak diperlukan. Konsep ketahanan pangan menjadi salah satu perhatian masyarakat saat daya beli berkurang. Saat masyarakat perkotaan mengalami krisis ekonomi saat pandemi, petani di desa masih bisa bertahan karena ada persediaan pangan tanpa harus membeli.
Prospek pertanian di tanah air mengalami permasalahan yang cukup pelik pada masalah regenerasi dan daya dukung lingkungan. Apalah artinya tanah subur jika sawah beralih fungsi dan anak petani enggan bersentuhan dengan lumpur. Secara institusional ada jurusan pertanian, lantas kemana lulusan sarjana pertanian bekerja?. Tidak sedikit yang sarjana pertanian yang bekerja jauh dari apa yang dipelajari ketika kuliah. Lulusan pertanian justru menjadi tenaga pemasaran perumahan. Suatu ironi yang mengancam keberadaan sawah di pedesaan.
Bangga Jadi Anak Petani
Tahun 2009 saya mengikuti pendaftaran menjadi perwira karir jalur sarjana di kantor Polda Jawa Timur. Pada pengisian formulir sebagai salah satu syarat kelengkapan administrasi tertulis pekerjaan orang tua. Saya tulis sesuai dengan profesi bapak saya dengan empat huruf yang sangat bermakna: TANI. Karena sawah punya bapak kami sekeluarga tidak bingung menghadapi paceklik karena beras selalu ada, ketela di pematang siap dipanen kapan saja, pisang berbagai jenis tersedia untuk acara keluarga dan beras memenuhi lumbung rumah untuk kebutuhan satu tahun.
Ketika tiba masa verifikasi dokumen, saya dikejutkan oleh oleh pertanyaan dari petugas verifikator dokumen yang bertanya bapaknya dari kesatuan apa?. Sontak saya bingung karena bapak saya bukan berasal dari militer. Sejak kecil hidup di desa, SD tidak lulus dan sempat merantau ke kota setelah itu kembali menjadi petani sampai hari ini. Ternyata petugas salah baca, TANI dibaca sebagai TNI. Tentu saya terkejut, tanpa melunturkan kebanggaan saya sebagai seorang anak petani.
Regenerasi petani yang terhenti dapat kita amati pada sawah/lahan yang tidak terurus, pemilik lahan yang sebetulnya masih produktif menyerahkan penggarapan lahannya kepada orang lain, anak petani tidak mau jadi petani, dan tidak sedikit petani yang menjual lahannya untuk dijadikan perumahan atau industri. Jika hal seperti ini dibiarkan tentunya masa depan sektor pertanian semakin suram. Walaupun saya sekarang tidak bekerja sebagai petani, tapi mempunyai tekad akan selalu menjaga agar lahan sawan di kampung halaman tetap produktif.
Masalah lingkungan dengan daya dukung yang semakin menurun akibat pencemaran mengakibatkan degradasi lingkungan. Jika lingkungan terancam tentu berimbas pada pertanian yang terhenti. Dikuatirkan krisis pangan dapat terjadi.
Era krisis 1998 kita mengenal istilah 9 bahan pokok (sembako). Pada krisis pandemi COVID-19 saat ini ada 11 bahan pokok. padi beras, jagung, bawang merah, bawang putih, cabai merah besar, cabai rawit, daging sapi, daging ayam, telur ayam, gula dan minyak goreng. 11 bahan pangan pokok yang mendapatkan perhatian khusus pemerintah. Ketersediaan yang terhambat bahkan langka dapat menjadi masalah pelik bagi kehidupan berbangsa dan bernegara.
Pertanian Milenial
Ketahanan pangan bukan sekadar wacana. Tapi menjadi sesuatu yang bersifat urgensi sangat tinggi. Bahaya gizi buruk, krisis pangan, masalah kesehatan dan gejolak sosial bisa meledak kapan saja dari perut anak bangsa yang lapar. Untuk itu bertani adalah solusi Ketika lahan terbatas kita bisa menerapkan pertanian modern yang menerapkan aspek efektivitas dan efisiensi dengan proses yang mutakhir. Kebijakan pemerintah pada sektor pertanian juga perlu memperhatikan bagaimana mekanisme untuk menghasilkan petani muda.
Kearifan lokal dalam pertanian dan pemenuhan pangan tidak bisa ditinggalkan. Bagaimana penerapan lumbung yang optimal sebagai cara kreatif warisan leluhur yang memperhatikan kesimbungan pangan dalam komunitas. Ketika beras dianggap makanan pokok andalan kita pelu melakukan perubahan pola konsumsi. Karbohidrat pengganti beras juga perlu menjadi habituasi konsumsi baru seperti Ubi kayu, Jagung, Sagu, Pisang, Kentang dan Talas. Hal ini termasuk dalam diversifikasi pangan yang dapat dilakukan dengan optimalisasi pekarangan rumah Pekarangan Pangan Lestari (P2L).
Petani muda pertanian modern tanpa meninggalkan keberlanjutan dan tatanan kehidupan masyarakat secara turun temurun. Mewujudkan petani milenial dari generasi kawai yang sanggup menjangkau pasar sampai di berbagai penjuru.
Penanganan pasca panen perlu diperhatikan. Seusai panen komoditi tidak langsung dijual kepada tengkulak atau pengepul. Perlu penanganan khusus agar nilai menjadi bertambah. Beras tuton, aneka awetan baik manisan maupun asinan, aneka camilan dan olahan singkong, sagu, talas, pisang dan jagung yang lebih digemari pasar. Diharapkan dapat meningkatkan kompetensi pangan lokal. Menjadi petani milenial tidak harus bergumul dengan lumpur dan menjual langsung panennya dengan harga yang tidak standar. Petani masa depan adalah petani yang dapat meningkatkan nilai guna, nilai jual dan branding komoditi hasil panennya sampai menjangkau ujung dunia. Semoga.
Tulisan ini diikutsertakan dalam Lomba Agriwriting Competition 2020
And the winner is.....
0 Response to "Masa Depan Petani dan Pertanian Masa Depan"
Post a Comment