ESG on Waste dalam Menumbuhkan Budaya Kerja Ramah Semesta

Pagi ketika berangkat menuju kantor terlihat spanduk yang terbentang di depan Masjid daerah Rungkut. Bukan spanduk biasa yang lazim terlihat di depan rumah ibadah. Tapi berkaitan dengan isu lingkungan dan Industri. “Mohon maaf para jamaah atas ketidaknyamanan karena ada debu hitam dari kawasan industri”. Memang lokasi perkampungan itu tidak jauh dari daerah pusat industri terbesar di kota Surabaya. Efek angin barat, limbah industri yang terlepas di udara mengarah ke perkampungan yang berada di sisi timur kompleks pabrik.

Banjir di Kota besar (Roikan's Artwork 2011)


Isu industri dan lingkungan memang menjadi salah satu permasalahan yang seakan tidak kunjung padam. Kita masih ingat kasus di Desa Lakardowo di Kabupaten Mojokerto, Jawa Timur. Turut prihatin dengan tercemarnya limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) yang ditimbun oleh sebuah perusahaan yang beroperasi di luar desa dan limbah itu ditimbun tanpa dibongkar kembali. Kualitas lingkungan yang menurun dan ancaman penyakit kulit menjadi pemandangan umum di desa tersebut. 

Dua kasus di atas merupakan serentetan dari kompleksitas masalah perindustrian di tanah air khususnya di Jawa Timur. Polusi dan pencemaran menjadi dua hal yang tidak terpisahkan. Pencemaran lingkungan adalah perubahan yang tidak menguntungkan dari lingkungan kita. Perubahan ini dapat mempengaruhi manusia secara langsung, atau melalui pasokan airnya dan produk pertanian, dan lainnya. Pencemaran juga menyebabkan rusaknya objek biotik dan abiotik. Apa saja dampak jangka panjang bagi kelangsungan industri? Dan bagaimana solusi mewujudkan iklim investasi yang berkelanjutan dan ramah lingkungan?.

Kerawanan lingkungan menjadi perhatian pelaku industri terutama industri besar. Bercermin dari dari yang berkinerja buruk pada isu tertentu seperti emisi gas rumah kaca atau menghormati hak asasi manusia. Program Coorporate Social Responsbility (CSR) menjadi upaya umum untuk meredam potensi yang telah lama meradang. Namun secara komprehensif, ancaman kerusakan lingkungan dan keberlanjutan bumi perlu dicarikan solusi yang berimbang. Industri terus berjalan dan bumi tetap lestari.  

Tuntutan Global: SDGs dan ESG
Dunia industri perusahaan di setiap sektor berkomitmen untuk mencegah dan menangani masalah kerusakan lingkungan lebih lanjut. Masalah keberlanjutan dari perubahan iklim dan tantangan lingkungan, keragaman tempat kerja dan tata kelola perusahaan.  Sistem ekologi lokal dan global di mana kita menjadi bagian, dan di mana kita bergantung untuk bertahan hidup. Ada juga tekanan politik seputar tata kelola sumber daya yang berkelanjutan membentuk budaya kerja yang serba terukur dengan kontrol penuh serta pelimpahan risiko dan tanggung jawab secara analitis berbasis bukti yang diperkuat oleh riset.

Kita semua tahu bahwa wacana populer tentang kelangkaan sumber daya atau modal semakin mengarah pada tantangan terhadap cita-cita kosmopolitan dan egaliter (hak asasi manusia, negara kesejahteraan), yang diliputi oleh kekuatiran atas keberlanjutan sistem dan peradaban sosial dalam menghadapi perubahan global. Rencana dan aksi jangka panjang perlu dipikirkan. 

Terkait dengan hal itu Sustainable Development Goals  (SDGs) terdapat dua poin yang berkaitan dengan keberlanjutan industri dan investasi yang ramah lingkungan. Poin ke-17 SDGs menjabarkan serangkaian prioritas kebijakan yang jelas untuk pemerintah di seluruh dunia, menyoroti perlunya hasil yang lebih baik  pada berbagai tantangan kritis termasuk kelaparan, kemiskinan, air bersih, pembangunan ekonomi, hak asasi manusia, dan perubahan iklim. Sementara Poin ke- 11 SDGs tentang kota dan pemukiman yang berkelanjutan  Membuat perkotaan menjadi inklusif, aman, kuat dan berkelanjutan. Poin SDGs 6 air bersih dan sanitasi layak  Menjamin ketersediaan serta pengelolaan air bersih dan sanitasi yang berkelanjutan. 

Untuk itu Environmental, Social & Governance (ESG) adalah langkah pemenuhan SDGs sekaligus menjadi isu dan tuntutan dalam skala global. Kita berinvestasi tidak hanya mengejar keuntungan semata, tapi dengan ESG memperhatikan alam sekitar. Proses industri yang ‘tahu diri’ dan Investasi yang ramah semesta. Karena Resiko ESG mempengaruhi bisnis.

ESG dan Infrastruktur Hijau 
Infrastruktur hijau (green infrastructur) berpusat pada proyek yang mengoptimalkan dan menggabungkan aspek lingkungan, sosial, dan tata kelola (ESG) ke dalam perencanaan, konstruksi, dan operasi proyek. Contohnya dapat mencakup elektrifikasi dan sistem transportasi yang bersih, penggabungan bangunan hijau dan desain prinsip ke dalam lingkungan binaan, dan pengembangan terbarukan teknologi energi, solusi secara siklis untuk pengelolaan limbah berkelanjutan, dan permukaan permeabel untuk pengelolaan air hujan. Mengingat krisis air bersih sudah terasa pada era milenial dan menjadi pembicaraan global. 

Penerapan ESG yang baik dapat menumbuhkan nilai kerja (Values at Work). ESG on waste didedikasikan untuk semua orang yang berusaha memanfaatkan kekuatan pasar dan keuangan untuk melindungi alam, meningkatkan kesejahteraan manusia, dan menciptakan ekonomi dan masyarakat yang lebih adil. Hubungan baik antara alam, masyarakat, ekonomi, dan politik dalam kerangka ESG yang baik dengan mengacu pada indikator dan nilai standar yang telah ditentukan. Bagaimana mekanismenya? 

ESG dan Keberlanjutan Imperatif
Bicara industri bicara tentang modal dan segala perputarannya. Bukan hanya sekadar berapa rupiah yang dikeluarkan atau berapa lembar saham yang diinvestasikan. Ada berbagai hal kompleks yang membutuhkan sinergi antara perusahaan, investor dan masyarakat. Langkah strategis mengintegrasikan tindakan antisipasi perubahan iklim ke dalam kebijakan, strategi dan perencanaan nasional Pemangku kebijakan dan investor termasuk risiko dari peraturan baru tentang emisi karbon (risiko mitigasi), risiko dari cuaca buruk, kekeringan, atau bisnis lainnya gangguan (risiko adaptasi), atau bahkan risiko kehilangan akses pasar sebagai energi, infrastruktur, dan perubahan segmen ekonomi lainnya (risiko transisi) (Esty and Cort, 2020).

ESG itu harus transparan. Yang memuat  informasi yang konsisten, tersedia, dan mudah ditafsirkan bagi investor untuk menilai dampak keberlanjutan dari pilihan alokasi modal. Itulah salah satu bentuk dari Sustainable investing yang berkaitan dengan keharmonisan antar berbagai lini. Perusahaan dengan sepak terjang yang ramah lingkungan, kinerja baik dan bersih dari segala gesekan dengan masyarakat sekitar menjadi dambaan bagi investor bahkan para pencari kerja yang ke depan menjadi sumber daya manusia yang berkualitas. 

Harapan ke depan adalah mengurangi dampak lingkungan perkotaan perkapita yang merugikan, termasuk dengan memberi perhatian khusus pada kualitas udara, termasuk penanganan sampah kota. Tidak lupa, meningkatkan kuallitas air dengan mengurangi polusi, menghilangkan pembuangan, dan meminimalkan pelepasan material dan bahan kimia berbahaya, mengurangi setengah proporsi air limbah yang tidak diolah, dan secara signifikan meningkatkan daur ulang serta penggunaan kembai barang daur ulang yang aman secara global.

Ramah semesta berarti peduli pada lingkungan alam, komunitas dan pihak internal perusahaan.  Semoga artikel ini bermanfaat bagi kita semua. Terutama pengusaha, pelaku industri, pemerintah, ESG penyedia data, manajer keuangan, investor, auditor, eksekutif perusahaan dan dewan, penasihat hukum, dan pemimpin LSM.

Referensi

Daniel C. Esty · Todd Cort (ed). 2020. Values at Work Sustainable Investing and ESG Reporting. New York: Palgrave Macmillan





Artikel ini diikutkan dalam Lomba Blog dengan tema “ESG on Waste: Solusi untuk Bumi dan Ekonomi” yang diselanggarakan Center for Environmental, Social and Governance Studies tahun 2021.


Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "ESG on Waste dalam Menumbuhkan Budaya Kerja Ramah Semesta "

Post a Comment