Gunung Literasi: Tektok Perdana Puncak Watu Tulis Kawi via Precet

Prolog 
Kurangi Sambat Perbanyak Giat. Kurangi Coli Perbanyak Mendaki
(Catatan Tektokers Kawi, 2021) 

 Senja di Puncak Kawi 

Malang sebagaimana kawasan Jawa Timur sebelah selatan pada umumnya menyimpan beragam potensi alam. Pantai eksotis yang berhadapan dengan laut kidul, bukit dan gunung yang berjajar dari Lawu sampai ke Raung di Banyuwangi. Ada rencana spontan tanpa banyak wacana dan persiapan untuk melakukan pendakian spesial. Pendakian tektok alias jalur pulang pergi lereng-puncak. Sebagai bentuk tuai janji pada Lek Man untuk mendaki bersama di gunung terdekat jika ada waktu luang. Awalnya rencana ke Arjuno, namun secara spontan kami memutuskan untuk ke Gunung Kawi Puncak Batu Tulis. 

Start di Loket Mas Judika Pukul 10:22 WIB

Hikmah dari tidak bisa mudik ke Lamongan adalah ada waktu lebih di Malang. Pendakian harus dilaksanakan tanpa banyak menunda. Akhirnya tanggal 15 Mei 2021 kami memutuskan untuk menuju basecamp pendakian Kawi. Bukan hal yang mudah karena jalur ini belum umum dan jarang yang kenal. Akhirnya kita sempat nyasar. Tujuan ke Precet Forest Camp ternyata bablas sampai pintu gerbang Coban G di area Wagir dengan jalanan yang super dramatis. 

Track Awal 


Selepas nyasar jam sepuluh lebih kita sampai di Precet Forest Camp. Ada pintu gerbang di bawahnya dan kami ditarik biaya parkir sebesar 3 ribu rupiah. Ada biaya parkir lagi sekaligus karcis masuk untuk pendakian. Bertemulah kami dengan Mas Jatmiko penjaga camp yang setia. Wajahnya mirip Judika. Saya berkabar beberapa hari sebelumnya, dengan nomer yang saya dapatkan dari youtuber. 
"Sampean gak kurang awan tah arep tektokan ke puncak Kawi" komentar Judika Precet. 
Perkiraan dari beliau kami akan nyampe puncak tepat maghrib ketika matahari tenggelam ke barat dengan elegi kopi pahit ala pendaki penikmat senja. 

Pos I 

Pastikan !
Patuhi rambu yang ada 
Usahakan untuk tidak membuka jalur baru 
Jaga etika 
Jangan menggunakan obor sebagai penerangan 
Pastikan api padam sebelum anda pergi 
Pet Bocor ala Kawi 

Pukul 10:22 WIB kami memulai perjalanan. Sesuatu petunjuk pada briefing keberangkatan tujuan kami adalah masuk ke hutan lewat area perkebunan dan pinus. Dari Precet Forest Camp ada lampu jalan belok kiri jalan lurus (Pukul 10:24 WIB). Mengikuti jalanan yang kanan kiri ada tanaman rumput gajah. Ketika bertemu percabangan lanjut belok kanan yang intinya mengambil jalan naik. Namanya juga naik gunung, kalau cari datar terus itu namanya ekspedisi sisir kebun. Memasuki kebun kubis kita bertemu dengan jalan yang mulai nanjak. Ada perkebunan dan peternakan modern yang dikelola oleh perusahaan (PT B ...persero), Nampak dekat gubuk biru ada kegiatan cetak kebun baru. 


Memasuki pinus kita bertemu hamparan tanaman kopi di bawah pohon pinus yang menjulang. Kali ini saya sempatkan istirahat sejenak sambil melepas potongan celana sambung produk Co-Trek. Celana Venus Flytrap yang saya beli di salah satu toko outdoor di area Malang Kota sepulang dari ngisis ke Coban Talun pada awal Mei. Pendakian uji coba celana gunung baru dimulai. 11:15 WIB kami mulai memasuki hutan pinus lebih dalam dengan jalanan yang mulai menanjak. Tapi nanjak tipis. 

Rombongan Ngalas

Sempat nyasar ringan menaiki sebuah gundukan kecil di dalam hutan pinus. Dengan jalan yang makin menghilang akhirnya dengan sistem mbrasak ala badak kami berdua turun setelah ragu karena jalan buntu oleh rumpun bambu. Saatnya kembali pada jalan yang benar. Jalan yang terpasang rambu. Termasuk rambu yang dipasang oleh Mas Ediz sampai ke area menuju puncak. Di tengah perjalanan pada dalam hutan pinus kami berjumpa dengan 3 orang pendaki. Akhirnya kami berlima naik dengan tujuan pos 1. Ada yang jadi mahasiswa di salah satu kampus di Salatiga yang pernah berpengalaman mendaki Gunung Raung. Salah satu gunung impian saya. Tibalah kami masuk pada hutan heterogen. Nampak saung peladang di kiri jalan dan sebelumnya ada jalur motor yang membawa lubang besar di bagian tengah. 

Kawi via Precet sesungguhnya 


Pukul 11:55 WIB kami tiba di dekat pet bocor pertama yang artinya tidak jauh lagi akan masuk pos I. Saat itu tas season kuning dengan cover biru saya isi hanya satu botol air dengan satu botol kosong. Nanti di mata air akan diisi semua untuk bekal naik. Sementara tas Lek Mas berisi dua kotak nasi bekal lauk semur daging dalam wadah tupperware. Itu saja bekal kita. Selebihnya ada beberapa butir buah kurma untuk pengganjal siklus glukosa dan permen antangin beberapa biji saja. Senter dan perlengkapan lain? kami tidak bawa. Drama nyasar ke Coban G dan masuk ke pedesaan yang membuat kami tidak menemukan minimarket dan dikejar waktu agar segera sampai Precet. 

Drama Nyasar 

Setelah mengisi air dua botol penuh. Air gunung segar sedingin air dekat pintu lemari es dan bisa langsung di minum. Kami melanjutkan perjalanan sampai di pos I untuk istirahat sejenak. Tepat pukul 12:00 WIB kami tiba di Pos I dan sudah ada rombongan pendaki dengan carrier warna warni dari anak muda Surabaya. Ada peraturan tak tertulis bagi pendaki yang berjumlah ganjil di pos ini disarankan melakukan ritual sembelih teman. Bukan sembelih sungguhan hanya simbolis saja. Di sisi kiri ada sebilah pisau tanpa gagang yang dapat digunakan untuk prosesi sembelih dengan ujung dibalik ala Kenshin Himura Samurai X. Percaya nggak percaya sebaiknya kita menghormatinya karena status kita sebagai tamu di rimba raya. 

Spot Siang Eksotis Malam Mistis

Perjalanan berlanjut hingga menemukan pet bocor kedua. Hutan semakin rapat dengan pohon yang menjulang tinggi. Tanjakan makin 'kurang ajar' sesekali bonus begitu melewati punggungan. Ada rombongan pendaki turun gunung yang berjalan terpisah dan salah satunya kehabisan air. Saya bagi air dalam botol tas kuning dan memberikan permen sebagai 'camilan' ringan (hei mendaki itu tim bukan balapan). 

Pukul 13:49 WIB kami tiba di Pos II. Ada tanah datar yang tidak terlalu luas di bawah pohon besar. Kalau camp di sini khayalan liar saya adalah bertemu dengan makhluk yang sangat saya takuti secara halusinasi: T-Rex. Dinosaurus pemangsa yang giginya segentent-genteng. Selepas melepas lelah dengan makan tahu goreng kami melanjutkan perjalanan menuju Pos III. Memasuki batas vegetasi selepas hutan rimba jalanan makin menanjak dan pohon cemara di kanan kiri mulai terlihat. Yang jelas puncak masih jauh. 


Pukul 15:30 WIB kami sampai di Pos III. Sebuah tanah datar yang tidak terlalu luas di hamparan pohon cemara di kanan kiri. Di sini kami memutuskan untuk makan semua isi bekal, nasi dengan semur daging pasar Gadang yang harganya amat aduhai di hari raya. Sebenarnya ada keraguan untuk lanjut perjalanan. Dengan pertimbangan peralatan yang tidak memadai. Tanpa senter, makanan terbatas, air tinggal sebotol secara rasional agak sulit untuk berjalan lagi menuju puncak lalu langsung maraton turun ke bawah. Tapi semua tertutup oleh gelora hasrat untuk sampai puncak yang menggebu-nggebu. Akhirnya kami lanjut perjalanan. Sak tekan tekane. 
Plakat Paling Kurang Ajar 


Pukul 16:00 WIB kami tiba di jalanan yang semakin menanjak. Bahkan setelah itu terdapat jalur ekstrim. Ada plakat yang baru dipasang oleh rombongan Mas Ediz bertulisan "Tanjakan itu Naik" yang menjadi media penyadaran sekaligus pengingat bahwa tidak akan ada jalur berbonus sampai puncak (yang masang dan nulis plakat ini adalah Mas I. seorang penulis yang masuk dalam kategori orang film/script writer). Sepanjang jalan yang menanjak ada beberapa titik rawan yang telah dipasang tali webbing. Usut punya usut ternyata yang masang tali merah penyelamat sekaligus shortcut dengkul kaki itu adalah Mami Legend, kawan seperjalanan Mas Ediz. 

Puncak Watu Tulis 17:30 WIB

Tak terasa matahari semakin condong ke barat dan malam segera datang. Dengan sisa tenaga pada perseneling satu pukul 17:25 WIB kami sampai di Puncak Batu Tulis. Bersujud syukur di ketinggian 2603 mdpl. Kaki, dengkul, napas dan stamina masih bisa berkolaborasi di usia saya yang sudah kepala tiga (ketok nek wis tuo) pantesan ada beberapa rombongan pendaki yang menyapa saya dengan sebutan Pak. Dengkul boleh manula tapi stamina ala anak SMA. Selepas menikmati momen senja di puncak tanpa kopi dan lagu indie pukul 18:00 WIB kami memutuskan untuk segera turun. Tujuan basecamp dengan mengandalkan sebotol air mineral ala pet bocor dan dua senter dari ponsel dengan indikator baterai yang sudah dibawah 25 persen. Perjalanan nekad dan jangan pernah meniru tingkah laku kami. Ini lelaku pengujian kekuatan baterai dan penerangan senter ponsel pada ketinggian. Bermode pesawat, setting hemat baterai dengan penerangan seadanya kami berjalan turun. Mode sluncuran karena sudut yang lumayan ekstrim tanpa melupakan pegangan kanan kini sekenaanya menembus kegelapan. Entah rumput, batu atau akar. 
Kapok Lombok

Yang tidak habis thinking (tak habis pikir) dari saya sekaligus renungan ketika menyusuri jalur turun pada kegelapan malam adalah empati dari sesama pendaki. Bayangkan melihat dua tektokers sebatang kara tanpa senter yang memadai menuruni puncak di malam hari, ada rombongan pendaki dari Kota M yang secara peralatan lebih lengkap hanya melihat kami melakukan perjalanan turun. Tidak ada kata-kata: "loh Mas sampean turun tah? ini kami ada senter mohon dibawa" atau kata-kata penghibur "Daripada jalan mending gabung dengan tenda kita, baru turun besok pagi". Hal ini berbeda dengan pendakian awal tahun 2000-an yang kepeduliannya lebih tinggi. 

Perjalanan turun dengan sisa tenaga badan dan senter ponsel sungguh sangat dramatis dan mencekam. Tapi semua dilakukan dengan santai mengingat keselamatan itu yang utama. Sejak keberangkatan Lek Man sudah saya pesan: "Kalau lihat apa-apa abaikan, kalau mencium bau apapun cuek saja". Ajaibnya senter ponsel Lek Man yang tinggal 2 persen bisa bertahan sampai dekat pet bocor II setelah berjalan dari turun dari puncak pada pukul 18:00 WIB until drop. Senter saya sendiri terlihat indikator baterai 23 persen dan berkurang drastis saat mencoba cek WA ketika ada punggungan gunung yang bisa menangkap sinyal. Cara kami untuk berjalan 'santuy' dalam gelap adalah ketika badan harus istirahat, kami duduk dan segera mematikan senter. Otomatis sekitar gelap. Tanpa cahaya apapun. Terdiam berdua mengatur napas. Dengan satu semangat segera bisa turun ke bawah dengan cihui. Awalnya target dari puncak ke basecamp adalah 4 jam. Mengingat kondisi medan, engkel Lek Man yang pernah cidera akibat main Skateboard yang kumat menjelang pos III dan dengkul saya yang mulai kemecer di tengah hutan lumut. Perjalanan memakan waktu lebih dari target. Dengkul kanan pernah cedera saat pendakian Argopuro tahun 2006 silam pada tragedi tengah malam di jalan turunan menuju pos Cisentor. Itu menyisahkan nyeri yang pedih saat melewati jalanan menurun. 

Dengan mode pesawat dan settingan baterai hemat akhirnya senter bisa terus menyala sampai di basecamp pukul 01:40 WIB. Ada yang lebih seram dalam perjalanan mencekam malam dini hari itu. WA nyonya yang berisi:
"Ndang moleh....Kebacut janan, jarena tiktok, ndang balik, Ndang balik...balik (33x) Jan gak sakno anak bojone janan"  (Amarah istri yang mengira suaminya main tiktok nang nduwur gunung dan kesalahpahaman tulisan rambu puncak berpanah adalah puncak sesungguhnya).

Ini hal yang paling seram. Lebih seram daripada diketawain Mbak Kunti waktu terpeleset tengah malam dalam hutan pinus atau saat ditungguin bayangan hitam dalam hutan. Tepat 02:30 WIB kami memutuskan balik ke Malang karena tidak memungkinkan tidur di lantai II bangunan kayu yang lengkap dengan fasilitas tempat duduk dan charger ponsel. Tak lupa berpamitan pada Mas Judika Precet yang telah terlelap di pos loketnya dengan sebungkus nasi yang terbungkus rapi oleh karet gelang. Awalnya kami ingin pulang minggu saat matahari meninggi tapi kondisi perut lapar kami harus segera ke Malang. Dan benar juga di sekitaran daerah Wagir ada sebuah warung yang buka. Jual mie ayam dan es campur pada hari menjelang subuh. Kami kalap makan di sana. Terima kasih Kawi suatu hari kami akan kembali. 

Amanah cerita di atas adalah: 

  1. Persiapkan pendakian dengan detail dan memperhatikan prinsip keselamatan (tenda, senter, alat masak perlu dibawah sekalipun mendaki tektok)
  2. Beli powerbank 
  3. Bagi para bapack-bapack pendaki, beri pencerahan dan pengertian kepada keluarga terutama istri secara komprehensif 
  4. Jangan nekad jalan malam kecuali terpaksa 
  5. Selalu sopan, jaga etika dan banyak doa ketika berjalan dalam kegelapan rimba sebab ada T-Rex yang siap menyergap jika kita lengah. 


Nutrisi Tektokers Nekad 
(Nasi Semur feat Mie Es Campur Subuh ala Bapak Kocak Wagir)



Epilog 
Leluhur kita memang keren. Menulis di atas batu di ketinggian 2.603 mdpl. Kita sendiri yang hidup dengan beragam kemudahan. Laptop, WIFI dan segala keterbukaan akses masih menghadapi rasa malas dan suka menunda. 


Bonus Track: 



Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "Gunung Literasi: Tektok Perdana Puncak Watu Tulis Kawi via Precet "

Post a Comment