Mural yang Bermoral

 “Le awakmu lak pinter nggambar..tulung gawekno gambar jamune bapak” Kata bapak kos. (Nak kamu yang pintar menggambar..tolong buatkan gambar jamu punya bapak) 
“Harus ada gambar yang merujuk orang yang doyan jamu sebagai warisan herbal nusantara” sambungnya. 

Pada tahun 2005 silam saya diminta oleh bapak kos yang mempunyai toko jamu untuk mempromosikan jamu jualannya. Terletak di Jalan Karangmenjangan Surabaya dan sering dilalui oleh banyak orang, maka saya menyarankan untuk memanfaatkan tembok yang tersedia di dekat lampu merah. Berbekal satu kaleng cat kecil dan kuas bekas sisa pembuatan tugas ospek. Semalaman saya menggambar karakter diri saya sendiri secara kartunal dengan memegang sebotol jamu jualan Pak Kos. Menggambar di tembok mempunyai daya tarik dan keunikan tersendiri. Suara kuas beradu dengan tembok menjadi sesuatu yang kerap dirindukan. 
Mural Stren Kali Jagir (2016) 



Mural adalah seni visual jalanan sebagai media yang memiliki pesan dan nilai seni yang tinggi. Sebagai seni publik, mural dapat dilihat oleh semua orang dengan berbagai karakter dan latar belakang. Senasib dengan seni patung yang belakangan mengalami perlakuan kurang baik, dari vandalisme sampai diturunkan/dibongkar secara paksa karena dianggap melanggar kode etik oleh sekelompok masyarakat dari golongan tertentu. Sungguh dibalik pembangunan kawasan perkotaan yang masif justru mengalami kemunduran apresiasi terhadap seni di ruang publik. Seni sebagai ekspresi mempunyai sensibilitas tersendiri ketika dibenturkan dengan nilai ideologis suatu kelompok. Saya melihat semua terjadi karena hari ini terjadi miskin wacana kurang apreasi terhadap sebuah karya seni. Atau pelaku seni yang kurang membumi?

Posisi Mural dan Suara Moral 
Pasca tragedi bom 2018 solidaritas warga terlihat saat bagaimana atas inisiatif melakukan gerakan counter terrorism secara komunal. Pemasangan spanduk bertuliskan keprihatinan atas bom Surabaya tersebar di berbagai penjuru kota. Salah satu spanduk yang Saya catat ketika lewat daerah Siwalankerto berbunyi “Jihadmu Goblok, Teroris Jancuk !!” dilengkapi dengan hastag #kamitidaktakut #siwalanmelawan. Ada pula di daerah tempat biasa Saya melintas untuk berangkat ke kantor tepatnya di daerah Kalibokor terpasang spanduk “Kami Tidak Takut, Yang Kami Takuti Jika Allah Tidak Menganggap Kami Muslim” lengkap dengan hastag #surabayawani #fuckterrorist #bonekkalibokor.Sebuah mural tergambar sampai sekarang di ujung tembok selatan Stasiun Wonokromo bertuliskan “Teroris Jancuk”. 

Mural adalah ekspresi dari para penggiatnya untuk menyuarakan kata hati. Ketika masa pendemi seperti saat ini di Kota Surabaya para muralis membuat karya yang berkaitan dengan pandemi dan selalu menjaga protokol kesehatan. Seperti di perempatan Jagir Wonokromo. 

Beragam komunitas mural di kota Surabaya dengan berbagai karakter, kiprah dan gerakan. Serikat Mural Surabaya (SMS) adalah kelompok aktivis penghias tembok kota yang berbasis pada mural dan grafiti untuk kawasan Surabaya dan Sidoarjo. Utek Bocor merupakan komunikas seni mural Surabaya yang mempunyai kegemaran menghias kampung. Kampung Lawas Maspati, Kampung Kertajaya, Kampung di daerah Kupang, Kampung Kaliasin, dan Kampung Dinoyo telah diperindah dengan kehadiran karya kreatif dari komunitas Utek Bocor. Budal Isuk Moleh Sak Karep (BIMS) komunitas mural yang gemar menghiasi tembok-tembok di Surabaya Seperti Tiang jalan layang Mayangkara di Wonokromo, pintu masuk Putat Jaya, dan Patung Karapan Sapi. Anggota komunitas secara suka rela berkorban waktu, dana dan tenaga untuk membuat kota lebih berwarna. Sesekali ada proyek membuat mural untuk branding sebuah perusahaan atau dinding cafe kekinian. Itu menjadi salah satu sumber pemasukan bagi komunitas.

Manusia dianugerahi dengan akal budi yang menjadi bagian dari kemampuan kreatif. Sejak jaman prasejarah manusia telah melakukan eksperimen untuk membuat sesuatu yang menjadi lebih baik dan adaptif (cultural niche). Budaya adalah mekanisme olahpikir dan olahrasa dalam perilaku kreatif sebagai cara adaptasi sekaligus jawaban atas tuntutan jaman. Kreatifitas dan imajinasi adalah pasangan yang saling mempengaruhi, imajinasi berarti kemampuan manusia untuk menghubungkan atau mengkombinasikan imaji-imaji (apa yang terlintas dalam pikiran) ke dalam proses berpikir maupun perasaan (feeling). Semua dituangkan dalam sebuah karya dengan ragam media. Termasuk seni grafis yang melahirkan seniman milenial potensial. Kreativitas menjadi tonggak dari kemajuan aspek kehidupan, orang tidak akan berkembang jika tidak kreatif atau setidaknya menggunakan institusi dan imajinasi tak terbatas.

Bebas Bukan Berarti Tanpa Batas 
Kebebasan berekspesi pada muralis seremonial sedikit terbelenggu saat harus menghadapi aspek kebijakan terkait kebersihan kota. Vandalisme juga menjadi masalah yang dihadapi oleh para muralis. Pengusakan dan tumpang tindih mural dengan iklan. Termasuk ada kabar baik, saat beberapa perusahaan menggandeng muralis untuk kepentingan pemasaran dengan format iklan yang estetis. Demikian juga instansi pemerintah yang menggunakan mural untuk kepentingan sosialisasi program. Lain halnya dengan estetika yang dipolitisir saat muralis harus menuangkan ide dalam karya untuk kepentingan tertentu. Kebebasan ekspresi semakin terkekang. Mural kota memiliki dua sisi pada perbedaan antara publik, seniman, korporasi dan pemerintah. Pada satu sisi publik dan seniman sebagai sarana ekspresi bisa memproduksi objek visual di jalanan. Aparat pemerintah melalui kewenangannya bisa menghapusnya demi tegaknya peraturan pemerintah kota. Sementara pihak korporasi berburu ruang untuk memasang iklan dari tembok rumah sampai gapura kampung

Muralis yang bermoral senantiasa membuat karya tidak hanya sekadar ekspresi, namun mempunyai pesan yang positif dan inklusif. Untuk mewujudkannya perlu pembenahan moralitas para muralis, pemerintah kota dan masyarakat dalam perijian, proses sampai apresiasi dan meminimalisir tindakan vandal. Baik vandal karena iseng atau vandal untuk kepentingan pasar misalnya menutup mural dengan kertas yang berisi iklan. Mural yang bermoral, mempertimbangkan aspek estetis pada gambar mural tidak sekadar pada gambar yang bagus secara teknik dan visual, namun lebih mengacu pada pesan yang diproduksi. Pesona dari muralis adalah pesan visual yang mempunyai beragam tema yang bersifat kontekstual. 

Esensi dari seni yaitu menghargai diri sendiri, hasil karya sendiri dan bisa meyakinkan orang lain. Menyadarkan banyak orang melalui karya. Termasuk dalam mural di tembok yang menjadi media pesan, keluh kesah dan ekspesi yang dapat dinikmati publik secara menyeluruh. Karena mural itu salah satu karya seni yang membumi. 

Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "Mural yang Bermoral"

Post a Comment