Misuh Bukan Cari Musuh (Blog Kearifan Lokal Kota Surabaya 2022)

 “Awakmu jek urip ae Cuk, tak kiro wis pitung ndino” 
(kamu masih hidup saja Cuk, kukira sudah (selamatan) 7 harimu) 

Kata-kata yang terlontar seperti itu sudah hal yang biasa bagi orang Surabaya. Masih ingat video animasi pendek yang viral di jamannnya Si Ikin Gatot Kaca tentang cerita perkawanan Suro dan Boyo. Ada juga film Punk in Love yang juga ada permisuhan. Terbaru melalui logat Joshua Suherman yang sudah tidak main air (diobok-obok) lagi tapi jadi anak band dalam film Yo Wis Ben menjadikan permisuhan bisa los dol di gedung bioskop. Itulah sebagian fakta tentang misuh merupakan bagaian dari identitas kota Surabaya. 

  Kota Surabaya sebagai kota metropolitan kota terbesar kedua setelah DKI Jakarta menjadi tempat pertemuan beragam etnis dan ragam budaya sejak jaman dulu kala. Uniknya budaya Surabaya tetap terjaga, pisuhan salah satunya. Bahkan tidak jarang para pendatang yang setelah beberapa lama tinggal di Kota Pahlawan ini dapat misuh dengan sempurna. Seperti saya sendiri, awal kuliah tahun 2003 masih memegang teguh adat desa sebagaimana tumbuh kembang sejak bayi di Lamongan. Beberapa semester kemudian penyesuaian diri terjadi, termasuk mulai bisa misuh dengan spelling yang jelas. Karena bagi saya misuh itu simbol keakraban. 

Nek Aku Misuh Koen Kate Lapo

Misuh: Pengusir Calo Lebak Bulus 
Suatu siang pada tahun 2006 di Terminal Lebak Bulus Jakarta. Selepas diantar kawan di depan terminal saya langsung jalan masuk menuju terminal. Dengan wajah cupu ala mahasiswa rantau yang baru dua kali datang ke Jakarta, beberapa calo mendatangi saya. 
“Mau kemana?” tanya salah satu pria 
“Depok Pak” jawab saya santai 
“Depok sana Mas” kata seorang pria lagi sambil menunjuk bus yang arah luar kota. Loh ini Depok Jawa Barat bukan Depok kawasan Jogja pikir saya. Saya tetap berjalan maju. Jumlah orang yang mengerumuni makin bertambah, ada yang pegang-pegang tas ransel merah saya. Karena makin tak kondunsif segera saya keluarkan jurus terakhir yaitu misuh. Saya menarik napas dalam-dalam meramu kekuatan dari amarah mendadak ditambah kepanikan dan takut yang akut. 
Jancuk !! saya lebih percaya sama bapak yang pakai baju dinas perhubungan daripada sama sampean” kata saya dengan dipadu haki ala One Piece dan kamehame ala Dragon Ball. Sontak setelah misuh spontan itu saya berjalan lebih cepat menuju bus jalur selatan dan ketemulah bus yang menuju ke Kampus UI setelah bertanya pada bapak berseragam biru yang duduk santai. Mungkin juga bapak ini mengamati adegan dan cara saya menghalau calo. Terbukti misuh dapat menjadi penegas identitas ke-Surabaya-an kita saat berada di luar daerah. Betul kata band Silampukau dalam lagu Malam Jatuh di Surabaya bahwa “Orkes jahanam, musik dan umpatan...malam jatuh di Surabaya”, umpatan menjadi salah satu bagian tak terpisahkan dari dialek dan dialog kebanyakan orang Surabaya. 

Terminologi Misuh ala Surabaya 

Level Permisuhan Surabaya (Sumber: @regzindahood)
                                           
Sebuah tulisan yang berjudul “Makian dalam Bahasa Indonesia: Studi tentang Bentuk dan Referensinya” karya Prof. Putu Wijana dan M. Rohmadi dalam buku Sosiolinguistik: Kajian Teori dan Analisis (2006). Bahwa kata makian karena situasi pemakaian pada kondisi yang bersifat informal. Terdapat beberapa substansi yang sering menjadi sasaran makian seperti kebodohan, keabnormalan, sesuatu yang dikutuk atau dilarang agama, ketidakberuntungan, sesuatu yang menjijikan, dan sesuatu yang mengganggu hidup manusia dalam arti yang seluas-luasnya. Sedangkan bentuk makian meliputi: keadaan, binatang, benda, bagian tubuh, kekerabatan, makhluk halus, aktivitas, profesi, dan sesuatu yang seru misalnya Buset !. 

Demikian juga dalam permisuhan ala Surabaya ada beberapa kategori diantaranya: pertama, binatang seperti jangkrik, asu; kedua; Organ tubuh yang logis: Matamu suwek (matamu sobek – tentu kalau tidak sobek tak bisa melihat), Dengkulmu anjlok (dengkul letaknya di bawah sesuai dengan anatomi dan hukum gravitasi) dan Ketiga, Sesuatu yang tidak mungkin ada di Surabaya seperti tembelek kingkong (feses/kotoran kera besar – kera model ini ada secara liar di kawasan Afrika).  

Khusus makian paling umum Jancuk dapat diamati hampir pada setiap dialog orang Surabaya. Bahkan berlaku ‘grammar’ ala Surabaya dalam tata bahasa manifestasi sehari-hari nampak pada rumus berikut: 

Subyek+Predikat+Obyek+Cuk 

Seperti itulah kira-kira ejaan Surabaya yang dianjurkan dan penerapannya bersifat fleksibel tergantung ruang, konteks, obyek dan situasi. Selain sebagai simbol keakraban dan pengusir calo terminal, lantas apalagi manfaat dari misuh terutama bagi kesehatan?. Ini yang menarik. Misuh dapat melontarkan gejolak yang pada akhirnya membuat kita lebih lega dan itulah bentuk hormon kebahagiaan. Tentunya juga bermanfaat bagi kesehatan mental. Misuh termasuk dalam bagian ekspresi yang penting tahu situasi dan sadar diri. 

Dapat saya simpulkan bahwa misuh salah satu bentuk kearifan lokal Kota Surabaya Berbasis kesehatan mental. Amarah yang terpendam dapat menggangu sirkulasi darah terlebih ketika era sekarang yang masyarakat mulai sadar dengan kesehatan mental. Misuh dapat menjadi ‘terapi’ agar beban batin bisa berkurang, mental tetap sehat dan pengendalian diri supaya emosi tidak menjadi darah tinggi. Tentu dilakukan pada kadar yang tepat dan penggunaan secara bijak. 

Misuh bukan sekadar berkata-kata ‘kotor’, misuh adalah representasi egaliternya orang Surabaya yang rukun guyup. Akhir kata sebagai bentuk kearifan lokal, misuh bukan untuk mencari musuh tapi kata ekspresi yang dapat menjaga hati dan kesehatan mental warga Kota Surabaya. Itulah salah satu bagian dari kebanggaan tinggal di Surabaya walaupun bukan warga lokal tapi tetap Bangga Surabaya. Nek aku iyo koen kate lapo Cuk  (loh melu nulis karo misuh). 

Referensi 
Wijana, Dewa Putu dan Muhammad Rohmadi. 2006. Sosiolinguistik: Kajian Teori dan Analisis. Jogjakarta: Pustaka Pelajar. 
Scan KTP
 
Tulisan ini sebagai partisipasi dalam Lomba Penulisan Blog Kearifan Lokal yang diadakan @banggasurabaya

Dan Alhamdulillah 
Menang Cuk 



Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "Misuh Bukan Cari Musuh (Blog Kearifan Lokal Kota Surabaya 2022) "

Post a Comment