Kopi Lonceng Malang: Antara Waktu, Musik dan Nyangkruk

"Urip Iku Sejatine Gawe Urup" 
Kopi Lonceng Wallpaper

Tampak Depan

Nongkrong santuy, ngopi tipis-tipis dan kopi kekinian menjadi terminologi baru generasi milenial. Saat ini kopi dan warkop ala kafe yang sendu sedang menggeliat di berbagai penjuru. Lihat saja di berbagai penjuru tempat di sekitar indah, ekpansi bisnis kopi kekinian makin menggeliat. Dari berkonsep kafe sampai warung dengan mobil. Bagi yang biasa ngopi di warkop dengan kopi seduhan cacak e bersama krupuk rentengan dekat ‘kokpit’ tentu kehadiran kafe kekinian dianggap menjadi sesuatu yang beda bahkan aneh. “Sampai kapan pun segelas kopi (sachet) racikan mamang-mamang bersepeda pancal akan selalu abadi, tergoyahkan oleh kehadiran kafe import maupun warkop kekinian,” ujar salah satu kawan asal ibukota menanggapi kehadiran warkop kekinian. 

 Iki Warkop Rasa Bakul Jam

Sama halnya di Kota Malang, sejak 2013 saat masih mengajar secara luar biasa di salah satu kampus, saya telah melakukan prediksi ala Roi Kyototoro bahwa nanti Malang Kota bakal seperti Bandung. Banyak tempat nongkrong dari rumah makan sampai kafe. Itu sudah terasa dari bagaimana kemacetan yang kian bertambah sejak Jalan Suhat sampai Jalan Dinoyo. 
"Baca Juga: Warkop CJDW Gresik: Spesialis Kopi Lanang Cak Brodin"

Daftar Menu: Bayar di depan 

Sejak menjamurnya warkop kekinian banyak pilihan tempat orang untuk ngopi. Padahal sampai lokasi tidak semua pesan dan minum kopi. Rata-rata yang saya amati minum es kopi. Bagi yang suka kopi rasa otentik, menu yang disajikan tersedia dengan peralatan seduh yang tidak murah. Yang terkenal ada secangkir kopi dengan harga 80k, setelah saya kalkulasi bisa mendapat 26 cangkir kopi giras dekat kos surabaya yang seharga 3k. 

Lantai 1

Sejak Dulu Kala
Kopi Lonceng Malang adalah salah satu warkop yang menarik perhatian saya setiap pulang kampung. Terletak di pertigaan arah Pasar Besar Kota Malang. Sebuah bangunan berlantai tiga yang disulap menjadi warung kopi. Tempat ngopi kawula muda Malang kota. Menu yang tersedia meliputi minuman, makanan dan jajanan. Bangunan lantai tiga dengan tangga melingkar. Lantai satu banyak dijumpai jam dinding sampai jam weker bergambar ayam. Lantai dua seakan masuk ke studio musik. Ada poster band-band dan penyanyi legendaris beserta kaset pita yang dijadikan pajangan. 

Tangga Melingkar

Harga Terendah 5k Tertinggi 17k
Untuk dapat menikmati kopi khas warkop Malang kita hanya mengeluarkan 6k untuk Kopi Lonceng dan 7k untuk Kopi Lonceng Saring. Ada pula kopi botolan seharga 15k untuk es kapiten kopi dan 17k untuk es kapiten susu, Untuk yang lapar ada Nasi Kotak Ayam Lonceng seharga 15k. Bagi yang menghindari makanan berat tersedia jajanan. Kawan sejati minum kopi ada Jajanan Campur, kolaborasi antara kentang, siomay dan sosis seharga 12k. 
Gelas Berbranded

Warung ini cocok untuk tempat nongkrong a.k.a cangkruk untuk berbagi cerita dengan kawan dan tempat kencan yang representatif pada lantai tiga. Menurut saya warung ini cukup cerdas memanfaatkan ruang yang terbatas untuk tempat nongkrong yang tak terbatas. Tema jam ala game chrono cross di lantai satu, musik di lantai dua dan suasana hoomy di lantai tiga dapat menjadi pilihan cangkruk atau melepas jenuh selepas kerja. 

Nasib Kaset Pita Hari Ini 

Untuk kopi rasa standar kalau menurut saya yang biasa ngopi ala kopi murni. Pengikut anti sachet-sachet coffe. Khas kopi ini rasa asli kopi Malang, serasa sedang ngopi di pedesaan daerah Dampit. Kopi kapiten dalam botol menjadi menu favorit di sini. Jajanan masih biasa karena kurang mengerti suara hati penggemar pisang goreng seperti saya. Letak yang strategis menjadi nilai lebih dari Kopi Lonceng. Kalau merasa Malang dingin, ada wedang jahe atau kopi jahe dapat menjadi pilihan penghangat tubuh. Gak ngopi tah koen? 

Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "Kopi Lonceng Malang: Antara Waktu, Musik dan Nyangkruk"

Post a Comment