Muhammad Syaifuddin Ifoed: Wong Kendal yang Terkenal (Juara Adinegoro 2020)

"Jangkrik lucu gambar iki"
(ekspresi kagum anak kelas II SMP era 90-an akhir)

Gambar empat panel ada seorang yang menerima hadiah. Kotak kado terbungkus dalam kertas berpita. Ada suara tik tik tik..dikira bom panik lalu dibuang ke tempat sampah. Beruntunglah pemulung saat itu mendapat sebuah jam gratis. Setelah itu sang lelaki berkemeja mendapat kado lagi, masih kotak bersuara tik tik tik..dikira jam ternyata ..Dooor !! memang bom sungguhan. Hitam legam sampai gosong dan berasap. "Jangkrik lucu gambar iki" komentar saya ketika melihat gambar kartun dengan karakter garis tegas, ada tokoh mata bulat dengan bentuk bibir yang sekilas mirip suneo tapi bergigi. Buku kecil berisi kompilasi humor, saya beli dari toko buku Cak To dekat sekolah saya di Kota Lamongan seharga Rp 2500. Tercatat saat itu tahun 1997, kelas dua SMP dan saya sedang tergila-gila dengan gambar kartun. Termasuk mengumpulkan apapun yang berhubungan dengan gambar humor. Dari majalah Intisari dengan karya Anton Nugroho sampai gambar stensilan kumpulan humor verbal beserta gambar. Tidak disangka pada akhirnya masa remaja saya yang sudah akrab dengan kartun menjadi inspirasi menjadi kartunis juga. Ternyata belakangan baru tahu kalau itu gambar berkarakter seperti suneo tapi punya gigi itu karya Muhammad Syaifuddin Ifoed. Sang juara Anugerah Adinegoro 2020. 


Juara Adinegoro 2020


Siapakah Adinegoro? Djamaludin Adinegoro dikenal sebagai sastrawan sekaligus wartawan kawakan legendaris dari tanah air. Pada tahun 1974 Adinegoro dianugerahi gelar Perintis Press Indonesia. Dan Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) sebagai badan tertinggi insan press nasional, menyediakan tanda penghargaan tertinggi bagi karya jurnalistik terbaik setiap tahunnya. Penghargaan Anugerah Adinegoro merupakan penghargaan kepada insan pers di Indonesia yang memberi karya dan inspirasi pada fenomena dan permasalahan aktual. Tidak semua wartawan dan ilustrator bisa lolos dalam ajang setara Grammy Award insan film dunia ini. Ada kriteria khusus yang dinilai oleh orang-orang khusus juga. 


Dari Dulu juga Sudah WFH
Dari Dulu Kaum Miskin Kota Juga Sudah WFH

Indopos tertanggal 28 Maret 2020 sebuah realitas awal pandemi. Seiring merebaknya wabah kota menjadi lebih sepi. Anjuran PSBB sebagai dampak wabah Covid-19 menjadikan perekonomian masyarakat tidak kondusif. Sebuah gambar kartun editorial yang memperlihatkan suasana kota besar dengan gedung bertingkat. Ada rumah biasa di sela-sela hutan beton. Hening malam hari hanya seekor kucing hitam yang berjalan dengan membawa satu ekor ikan hasil mengais di tempat sampah. Kota besar yang biasanya ramai setiap waktu sejak masa Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) berubah drastis. Sepi dan hening. Ada anjuran di rumah saja. Termasuk kerja dari rumah. Work from Home (WFH). Bagi karyawan kantoran menjadi mode kerja jenis baru. Bagaimana dengan para pekerja di sektor informal. Tentu sangat terpukul. Terlebih untuk kaum miskin kota. 

Dari balik tembok di tengah kemegahan kota nampak satu keluarga kecil. Bapak, ibu dengan dua anak sedang berada di gerobak yang sekaligus alat kerja dan tempat tinggal portable. Gerobak kayu dengan roda dua berisi barang dan piranti kerja. Kerja serabutan apapun asal bisa buat makan. Masalah tempat tinggal berpindah-pindah antar tempat dalam lingkup satu kota. Itu realitas warga kota semi permanen bahkan yang tergolong sebagai kaum miskin kota. "Sebelum ada Corona, kita udah menerapkan Work From Home" kata sang bapak. Sebuah kata penguatan batin sekaligus pelupur lara di tengah kondisi yang tidak menentu akibat pandemi Covid-19. 

Kota menjadi tempat dengan heterogenitas yang tinggi. Orang miskin di perkotaan diakibatkan karena perpindahan dari desa ke kota (urbanisasi), perluasan kota menuju perbatasan pedesaan dan pertumbuhan alami. Penguasaan ruang sosial sangat mempengaruhi, baik ruang gerak maupun kesempatan uang dimiliki oleh masyarakat miskin. Terlebih pada kaum miskin kota. Mereka lebih rentan dibanding masyarakat miskin desa jika dilihat dari sepuluh faktor untuk memahami rumah tangga miskin. Jenis kelamin kepala rumah tangga dan anggota rumah tanggah; usia; pendidikan; pekerjaan; status tempat tinggal; jumalh anggota rumah tangga; lama tinggal di kota; pendapatan; kiriman/utang dan harga/bantuan.

Citra dan makna. Menjadi dua hal yang tidak terpisahkan dalam sebuah karya kartun. Citra bergantung pada kemampuan teknis sang kartunis dari ide sampai visualisasi dan makna berasal dari para pembaca. Kartun karya Ifoed di Indopos tertanggal 28 Maret 2020 sangat merepresentasikan realitas masyarakat terdampak pandemi. Dari Si Kaya yang sampai menjual aset sampai Si Miskin yang semakin tidak berdaya. Kata penghiburan dari dulu kita sudah WFH merepresentasikan bagaimana sistem nilai anak bangsa yang mempunyai selera humor yang tinggi. Walau susah tetap tabah, berusaha rekoso tanpa banyak mengeluh. Pantas jika gambar yang memotret realitas warga miskin kota di tengah pandemi ini menjadi juara karena sangat mewakili tiga hal utama: Tanda, makna dan manusia pemberi makna. Kita bisa merenung sekaligus tersenyum ketika melihat gambar yang yang menyiratkan kekuatan batin dan ketahanan masyarakat kelas bawah. Jika yang di bawah kita bisa tabah apa guna kita berkeluh kesah?. Menggerutu malah membuat kita sendiri kehilangan mutu. 



Perjalanan Cita dan Cinta  (Sumber: Ifoed FB 2019)

Kartunis Awak Media yang Terbuka 

Muhammad Syaifuddin Ifoed (Ifoed) lahir di Kendal pada awal Agustus 1969. Daerah episentrum pusat kartunis handal di era kejayaan media cetak lengkap beserta rublik kartun kontributornya. Setelah hijrah ke ibukota kini tinggal di kawasan Rawa Belong Jakarta Barat. Prestasinya melimpah ruah. Yomiuri Shimbun (1994), Daejeon Korea (1995), Juara Pertama Kartun BOLA (1996), Yomiuri Shimbun (1997), Award Cartoon Contest Taiwan (1999), Juara I Saigon dan Karikatur Jantung Indonesia (2000). 
Berdasarkan hasil penelusuran saya pada kartunis kontributor di Majalah Intisari periode 1984-2004 dari 19 kartunis Kokkang yang dimuat. Nama Ifoed tercatat 6 kali pemuatan. Dimuat pertama pada Desember 1987. Saat itu saya masih empat tahun dan Mas Ifoed sudah ngartun. Periode kekaryaan dan pemuatan di Majalah Intisari pada 1987-1990. Sampai riset saya berakhir pemegang rekor pemuatan karya di Majalah Intisari dipegang oleh Muh. Muslih. Kartunis Kokkang yang menjadi bankir nan lucu dengan per-kenyutan-nya. 

Saya bertemu pertama secara langsung dengan Mas Ifoed pada even Pakarti di Solo tahun 2015 dan bertemu kembali ketika menghadiri Borobudur Cartoonist Forum (BCF) pertama di Magelang. Sebelumnya kami berkorespondensi karena keperluan saya untuk 'malak' salah satu gambarnya untuk sampul hasil penelitian ngartun yang dibukukan. Sikap rendah hati dan terbuka terpancar dari gerak gerik kartunis yang salah satu karya saya temukan di kantor Dinas Ketenagakerjaan Kabupaten Sidoarjo terpampang di banner dekat pintu masuk. 

Shooting Indongakak (Peninsula Hotel 2019)

Selamat untuk Mas Ifoed semoga selalu produktif dan inspiratif untuk membawa humor dalam setiap kehidupan. Kata guru ngaji saya, selama ada kumandang adzan, Dajjal akan selalu terbelenggu rantai. Kata Mas Ifoed dunia akan selalu berputar selama ada humor dan manusia terus lucu. Semoga kita semua selalu lucu dalam setiap kehidupan. Humor yang cerdas dan kelucuan yang cermat. Mari kita ikut cerdas cermat. Tidak lupa Selamat Hari Pers Nasional, semoga insan pers Indonesia dapat selalu menjadi garda terdepan untuk menginformasikan kabar-kabar faktual dan kredibel bagi masyarakat luas. 

Ifoed dan Piala Adinegoro 2020


Referensi 

Thung Ju Lan (ed). 2019. Tinjauan Kritis Ketahanan Sosial Masyarakat Miskin Perkotaan dan Perdesaan. Jakarta: LIPI Press. 

Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "Muhammad Syaifuddin Ifoed: Wong Kendal yang Terkenal (Juara Adinegoro 2020) "

Post a Comment