Siniar yang Makin Bersinar

Sudah setahun tepat kita menghadapi pandemi Covid-19. Pada awal Maret 2020 semua dihadapkan pada masa sulit. Pola kehidupan baru yang tidak biasa.Kehidupan yang serba berubah dari pola interaksi sampai ekonomi yang melilit. Dampak pandemi ini begitu kompleks dan besar menyasar banyak sektor kehidupan. Pendidikan, agama, politik terlebih masalah ekonomi. Tidak sedikit usaha gulung tikar dan karyawan dirumahkan. Berdasar data Kemenkes kasus Covid-19 telah menyentuh angka 1.334.634 kasus dengan total sembuh sebanyak 1.142.703 jiwa dan yang meninggal sebanyak 36.166 jiwa. 

Dalam bukunya Ten Lessons for a Post-Pandemic World penulis Fareed Zakarian mengungkapkan ada beberapa perubahan dalam banyak kehidupan individu dan perilaku sosial masyarakat sejak pandemi melanda. Life is digital menjadi salah satu bagian kehidupan yang semakin melekat pada segala sektor terutama pendidikan dan ekonomi. 

Radio (Ramstein Official)

Sejak pandemi masyarakat semakin lebih dekat dengan dunia digital. Kaum rebahan, webinar dan pembelajaran daring menjadi istilah baru. Dunia daring dengan menjadi keseharian masyarakat yang berusaha membatasi gerak tapi masih bisa mengakses banyak hal. Dalam urusan komunikasi dan pertemanan di dunia maya serta konsumsi media. 

Siniar dan pandemi 
Perkembangan siniar saat ini telah sejalan dengan pengembangan teknologi. Siniar juga sangat sesuai dengan arah perubahan gaya hidup komuter. Kehidupan post pandemic berdampak pada perubahan pada aspek negara, masyarakat dan individu. Siniar adalah siaran radio kekinian telah melewati perubahan teknologi dan aplikasi. 
Generasi tahun 90-an pernah dimeriahkan oleh radio. Siaran radio menjadi salah satu konsumsi media untuk mewarnai hari. Sandiwara radio menjadi sarana hiburan pembangkit fantasi yang mumpuni. Sistem broadcasting dalam otoritas Indonesia berlangsung pada tahun 1933-1998. Masduki alam bukunya yang berjudul Public Service Broadcasting and Post-Authoritarian Indonesia (2020) membahas tentang dinamika era liberalisasi media. Radio RRI pada tahun 1945, TVRI pada tahun 1962 dan 1965-1998 era Soeharto menggunakan RRI/TVRI. Setelah Orde Baru runtuh terjadi reformasi dalam sistem broadcast di tanah air pada tahun 1998 sampai 2002. Tahun 2002 sampai 2017 Public Service Broadcasting dalam praktik: politik market-driven, clientelism (klientelisme) dan paternalisme. Dari broadcast muncul podcast yang dikenal sebagai “iPod broadcasting”. Siaran dengan menggunakan iPod. Era internet dibarengi dengan mulai dikenalnya siniar. 

Siniar adalah media dengar milenial yang pada awalnya dikenal dengan audio blogging atau webcast. Aplikasi ini banyak dipakai oleh para pembuat konten audio, baik berupa musik maupun iklan. Istilah podcast baru muncul di tahun 2006. Ben Hammersley, seorang jurnalis The Guardian, menuliskannya dalam laporan berjudul “Audible Revolution”

Kemunculan siniar  pertama kali di Indonesia dibawa oleh Boy Avianto bersama temannya, Rane Hafied pada tahun 2005. Awalnya masih berkonsep unduhan hasil siaran atau wawancara radio, sehingga pendengar yang tertinggal bisa mendengar ulang.

Siniar mulai ramai di Indonesia pada 2014. Sama halnya dengan di Amerika, awalnya dikenal sebagai platform distribusi dan berbagi lagu. Siniar sebagai media ekspresi dan berbagi di Indonesia mulai banyak ditemui di tahun 2016. Terlebih setelah beberapa penyedia aplikasi juga menyediakan aplikasi siniar dalam versi Android. Kini pilihan pemutar daring semakin beragam seperti Luminary, Brew, Spotify, Apple Podcas. Spotify, Cast Box, Google Podcast dan Anchor. 

Siniar mulai mendapat tempat di hati pendengarnya dan mulai bersinar. Siniar Sudut Pandang dari Aria Nohtaria, Aneka siniar di Kaskus Podcast, Petjah dari Rifqi Arrahmansyah, Siaran Subyektive dari Iqbal Hariadi, Cuma Muda Sekali, Makna Talks dari Keenan Pearce dan Ernanda Putra, Podcast Awal Minggu dari Adriano Qalbi, So Mad About Life dan Siniar terakhir yang memiliki jutaan pengunjung karena berformat youtube adalah Podcast Deddy Corbuzier.

Siniar adalah media baru yang hadir untuk mengisi hari-hari kaum milenial. Dalam sosiodigital peran siniar memberi wawasan hal publik pada ranah privat, terutama sejak masa PSBB. Pembatasan sosial yang membuat banyak orang lebih banyak beraktivitas dan bekerja di dalam rumah. 

Perubahan minat dan pola konsumsi radio terlihat dengan kehadiran layanan on demand, yakni siniar (podcast). Layanan ini memungkinkan pendengar untuk memilih sendiri saluran maupun siaran jenis apa yang hendak didengar, sehingga lebih personalized sesuai referensi. Keunggulan ini membuat siniar bisa dianggap masa depan dunia konten audio.

Siniar menjadi media baru yang berjalan seiring dengan kehidupan baru sejak pandemi Covid-19 melanda. Kita tidak bisa berhenti atau menghentikan perubahan global. Kita hanya perlu mengubah cara berpikir dan sistem pola kerja. Mengingat konsumsi media berpengaruh pada pola pikir. Ragam tema siniar dapat menjadi pilihan sekaligus fokus para kreatornya. Dari kehidupan sehari-hari, kesehatan, gosip sampai cerita horor. Apapun tema siniarnya yang terpenting memperhatikan aspek etika bagi para pendengarnya. Termasuk aspek kesetaraan, kohesi sosial dan keberlanjutan. 

Keunggulan siniar adalah  dapat diputar sewaktu-waktu dan dapat dinikmati sambil melakukan aktivitas yang lain. Selain itu juga dapat diulang tanpa ada jeda siaran relay dari berita nasional seperti halnya siaran radio di masa lalu. Siniar menjadi media pembelajaran yang baik juga menjadi media propaganda yang efektif. Siniar dapat berperan menggiring opini publik seperti halnya media massa lainnya. Itulah sebabnya kita harus menerapkan pilih dan pilih media termasuk jenis siniar yang mengisi ruang dengar kita. Semoga kita tetap sehat di aktivitas yang masih ‘terbatas’, namun makin berisi dengan panambahana wawasan yang berarti. Sebab kesadaran konsumsi media yang positif menjadi bagian dari pembentukan masyarakat yang kritis dan cerdas. 


Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "Siniar yang Makin Bersinar"

Post a Comment